Jadwal Sholat

Kalender Hijriyah

Asma'ul Husna

Profil

Foto Saya
Syaiful Rohman
Hanyalah seorang Makhluk Allah SWT yang banyak berlumuran dosa, serta memohon akan ampunannya. Semoga semua dosa-dosa yang telah kulakukan semuanya dapat di ampuninya serta digantikan dengan kebajikan-kebajikan.Serta saat ini sedang mendambakan seorang kekasih yang dapat dijadikan sebagai pendamping hidup untuk melaksanakan sunnah Rosul Muhammad SAW...
Lihat profil lengkapku

Radio Muslim

TV Qur'an

Daftar Pengunjung

Idul-fitri dan keutamaannya

Hari permulaan bulan Syawal (tanggal 1 Syawal) dan hari kesepuluh (tanggal 10) dari bulan Dzul Hijjah, disebut hari Id (hari raya), karena orang-orang mukmin dalam kedua hari itu kembali – dari taat kepada Allah Ta’ala. Yakni, orang-orang mukmin telah menunaikan dua kewajiban monumental berupa puasa Ramadhan dan pelaksanaan ibadah haji. –taat kepada Rasulullah saw yaitu puasa enam hari di bulan Syawal.
Hari raya pertama kali yang dilaksanakan oleh Rasulullah untuk menunaikan shalat Id adalah Idul Fitri, tepatnya pada tahun 2 Hijriyah, lalu beliau untuk selanjutnya tidak pernah meninggalkan adat-istiadat tersebut. Shalat Hari Raya adalah sunnah yang dikukuhkan (muakkadah).
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, “hiasilah hari raya anda dengan membaca takbir”.
Nabi Muhammad saw bersabda, “barangsiapa yang membaca Subhaanallaah wa bi hamdihi pada hari raya sebanyak tiga ratus kali dan menghadiahkannya untuk orang-orang muslim yang telah mati, maka masuklah dalam setiap kubur seribu macam nur, dan Allah akan menjadikan kuburnya kelak kalau dia mati seribu nur”.
Dari Wahab bin Munabbih ra, “sesungguhnya iblis memekik histeris pada setiap hari raya, lalu anak buah iblis berkumpul mengerumuninya dan bertanya : Hai tuan kami, apakah yang menyebabkan kemarahan anda? Iblis berkata : sesungguhnya Allah swt benar-benar telah mengampuni ummat Muhammad saw pada hari ini. Maka kamu sekalian harus berusaha keras dengan segala macam kelezatan dan kesenangan nafsu”.
Wahab juga berkata, “sesungguhnya Allah swt telah menciptakan surga pada hari raya Idul Fitri, dan menanam pohon (syajarah) thuba jug apara hari raya Idul Fitri, memilih Jibril menurunkan wahyu, dan menerima tobat para tukang sihir Fir’aun juga pada hari raya Idul Fitri.
Nabi Muhammad saw bersabda, “barangsiapa yang berdiri pada malam hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha) dengan tulus ikhlas mengharap ridha Allah, maka hatinya tidak akan mati, pada hari ketika hati-hati sedang mati”.
Diceritakan, sesungguhnya Umar bin Khattab ra pernah melihat putranya memakai baju yang usang pada hari raya, lalu Umar menangis, sehingga putranya bertanya, “Apa yang membuat ayah menangis?”.Umar berkata, “Hai anakku, aku khawatir kalau hatimu menjadi susah di hari raya ini, ketika teman-temanmu melihatmu memakai baju usang itu”.
Putranya berkata, “sesungguhnya hanya hati orang yang kehilangan ridha Allah yang merasa bersedih atau orang yang berani kepada Ibu atau bapaknya. Dan sesungguhnya aku benar-benar mengharap ridha Allah berkat ridha ayah padaku”.
Umar kemudian mendekap putranya sambil menangis tersedu-sedu serta mendoakan anaknya mudah-mudahan Allah meridhainya.
Alangkah indahnya lantunan seorang penyair ini :
Mereka berkata, besok pagi hari raya, apa yang kau pakai?Aku menjawab, pakaian bekas.Kefakiran dan kesabaran adalah dua pakaian yang diantaranya terdapat hati yang melihat Rab-nya dalam hari raya dan hari Jum’at.Hari raya adalah suatu perkumpulan sedih kalau Engkau ya Allah lenyap dalam anganku,Dan hari raya menjadi sebuah pemandangan dan pendengaran kalau Engkau ya Allah bersamaku.
Ketika pagi hari raya Idul Fitri tiba, Allah mengutus para malaikat agar turun ke bumi. Mereka turun dan berdiri di pertigaan-pertigaan maupun persimpangan-persimpangan jalan, memanggil-manggil dengan suara yang dapat didengar makhluk-makhluk Allah, kecuali jin dan manusia. Mereka berkata, “Wahai Ummat Muhammad, keluarlah menuju panggilan Allah Yang Maha Pemurah. Dia akan menganugerahkan pemberian yang agung dan mengampuni dosa yang besar”.
Apabila para ummat Muhammad telah tiba pada tempat-tempat shalat hari raya-nya masing-masing, Allah berfirman kepada malaikat-malaikat-Nya, “apakah balasannya pekerja bila telah menyelesaikan pekerjaannya?”.Malaikat-malaikat itu pun berkata, “balasannya adalah dipenuhi upahnya”.Allah swt berfirman lagi, “Aku persaksikan kepada kalian (manusia), sesungguhnya Aku menjadikan dan memberikan pahala mereka dengan keridhaan dan ampunan-Ku”.
Sumber : Kitab Mukasyafatul Qulub
»» Baca selengkapnya.....

Tafsir Basmalah dan Faidahnya

Tafsir Basmalah

Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin berkata: “Tafsirnya adalah: Sesungguhnya seorang insan meminta tolong dengan perantara semua Nama Allah. Kami katakan: yang dimaksud adalah setiap nama yang Allah punya. Kami menyimpulkan hal itu dari ungkapan isim (nama) yang berbentuk mufrad (tunggal) dan mudhaf (disandarkan) maka bermakna umum. Seorang yang membaca basmalah bertawassul kepada Allah ta’ala dengan menyebutkan sifat rahmah. Karena sifat rahmah akan membantu insan untuk melakukan amalnya. Dan orang yang membaca basmalah ingin meminta tolong dengan perantara nama-nama Allah untuk memudahkan amal-amalnya.” (Shifatush Shalah, hal. 64).

Kitabullah Diawali Basmalah

Penulisan Al-Qur’an diawali dengan basmalah. Hal itu telah ditegaskan tidak hanya oleh seorang ulama, di antara mereka adalah Al Qurthuby yarhamuhullah di dalam tafsirnya. Beliau menyebutkan bahwa para sahabat radhiyallahu ‘anhum telah sepakat menjadikan basmalah tertulis sebagai ayat permulaan dalam Al-Qur’an, inilah kesepakatan mereka yang menjadi permanen -semoga Allah meridhai mereka- dan Al Hafizh Ibnu Hajar yarhamuhullah pun menyebutkan pernyataan serupa di dalam Fathul Baari (Ad Dalaa’il Wal Isyaaraat ‘ala Kasyfi Syubuhaat, hal. 9).

Teladan Nabi

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila menulis surat memulai dengan bismillaahirrahmaanirrahiim (lihat Shahih Bukhari 4/402 Kitabul Jihad Bab Du’a Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ilal Islam wa Nubuwah wa ‘an laa Yattakhidza Ba’dhuhum Ba’dhan Arbaaban min duunillaah wa Qauluhu ta’ala Maa kaana libasyarin ‘an yu’tiyahullaahu ‘ilman ila akhiril ayah, Fathul Bari 6/109 lihatlah perincian tentang hal ini di dalam Zaadul Ma’aad fii Hadyi Khairil ‘Ibaad karya Ibnul Qayyim 3/688-696, beliau menceritakan surat menyurat Nabi kepada para raja dan lain sebagainya (Syarh Kitab Kasyfu Syubuhaat Syaikh Shalih Al-Fauzan, hal. 17). Di dalam Kitab Bad’ul Wahyi Imam Bukhari menyebutkan hadits: “Bismillahirrahmaanirrahiim min Muhammadin ‘Abdillah wa Rasuulihi ila Hiraqla ‘Azhiimir Ruum…” (Shahih Bukhari no. 7, Shahih Muslim no. 1773 dari hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma, lihat Hushuulul Ma’muul, hal. 9, lihat juga Ad Dalaa’il Wal Isyaaraat ‘ala Kasyfi Syubuhaat, hal. 9).

Hadits Tentang Keutamaan Basmalah

Syaikh Abdullah bin Shalih Al Fauzan berkata: “Adapun hadits-hadits qauliyah tentang masalah basmalah, seperti hadits, ‘Kullu amrin dzii baalin laa yubda’u fiihi bibismillaahi fahuwa abtar.’ hadits-hadits tersebut adalah hadits yang dilemahkan oleh para ulama.” Hadits ini dikeluarkan oleh Al Khathib dalam Al Jami’ (2/69,70), As Subki dalam Thabaqaat Syafi’iyah Al Kubra, muqaddimah hal. 12 dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, tetapi hadits itu adalah hadits dha’ifun jiddan (sangat lemah) karena ia merupakan salah satu riwayat Ahmad bin Muhammad bin Imran yang dikenal dengan panggilan Ibnul Jundi. Al Khathib berkata di dalam Tarikh-nya (5/77): ‘Orang ini dilemahkan riwayat-riwayatnya dan ada celaan pada madzhabnya.’ Maksudnya: karena ia cenderung pada ajaran Syi’ah. Ibnu ‘Iraq berkata di dalam Tanziihusy Syari’ah Al Marfuu’ah (1/33): ‘Dia adalah pengikut Syi’ah. Ibnul Jauzi menuduhnya telah memalsukan hadits.’ Hadits ini pun telah dinyatakan lemah oleh Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah sebagaimana dinukil dalam Futuhaat Rabbaniyah (3/290) silakan periksa Hushuulul Ma’muul, hal. 9). Adapun hadits: ‘Kullu amrin laa yubda’u fiihi bibismillaahiirahmaanirrahiim fahuwa ajdzam’ adalah hadits dha’if, didha’ifkan Syaikh Al Albani dalam Dha’iful Jaami’ 4217 (lihat catatan kaki Tafsir Al-Qur’an Al ‘Azhim tahqiq Hani Al Hajj, 1/24).

Hikmah Memulai dengan Basmalah

Hikmah yang tersimpan dalam mengawali perbuatan dengan bismillahirrahmaanirraahiim adalah demi mencari barakah dengan membacanya. Karena ucapan ini adalah kalimat yang berbarakah, sehingga apabila disebutkan di permulaan kitab atau di awal risalah maka hal itu akan membuahkan barakah baginya. Selain itu di dalamnya juga terdapat permohonan pertolongan kepada Allah ta’ala (lihat Syarh Kitab Kasyfu Syubuhaat Syaikh Shalih Al-Fauzan, hal. 17). Selain itu basmalah termasuk pujian dan dzikir yang paling mulia (lihat Taudhihaat Al Kasdalamyifaat, hal. 48).

Apakah Basmalah Termasuk Al Fatihah ?

Syaikh Al ‘Utsaimin berkata: “Dalam masalah ini terdapat perbedaan pendapat di antara para ulama. Ada di antara mereka yang berpendapat ia adalah termasuk ayat dari Al Fatihah dan dibaca dengan keras dalam shalat jahriyah (dibaca keras oleh imam) dan mereka berpandangan tidak sah orang yang shalat tanpa membaca basmalah karena ia termasuk surat Al Fatihah. Dan ada pula di antara mereka yang berpendapat bahwa ia bukan bagian dari Al Fatihah namun sebuah ayat tersendiri di dalam Kitabullah. Pendapat inilah yang benar. Dalilnya adalah nash serta konteks isi surat tersebut.” Kemudian beliau merinci alasan beliau (lihat Tafsir Juz ‘Amma, hal. 9 cet Darul Kutub ‘Ilmiyah).

Sahkah Shalat Tanpa Membaca Basmalah ?

Dari Anas radhiyallahu ‘anhu: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar dan Umar mengawali shalat dengan membaca Alhamdulillaahi Rabbil ‘aalamiin (Muttafaqun ‘alaihi). Muslim menambahkan: Mereka semua tidak membaca bismillaahirrahmaanirrahiim di awal bacaan maupun di akhirnya. Sedangkan dalam riwayat Ahmad, Nasa’i dan Ibnu Khuzaimah Anas berkata: Mereka semua tidak mengeraskan bacaan bismillaahirrahmaanirrahiim. Di dalam riwayat lainnya dalam Shahih Ibnu Khuzaimah dengan kata-kata: Mereka semua membacanya dengan sirr (pelan)

Diantara faidah yang bisa dipetik dari hadits di atas adalah:
  1. Tata cara Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para khulafa’ur rasyidin membuka bacaan shalat dengan alhamdulillaahi rabbil ‘aalamiin.
  2. Hadits ini menunjukkan bahwa basmalah bukan termasuk bagian awal dari surat Al Fatihah. Oleh sebab itu tidak wajib membacanya beriringan dengan surat ini. Akan tetapi hukum membacanya hanyalah sunnah sebagai pemisah antara surat-surat, meskipun dalam hal ini memang ada perselisihan pendapat ulama.

Para imam yang empat berbeda pendapat tentang hukum membaca basmalah:

  1. Imam Abu Hanifah, Syafi’i dan Ahmad berpendapat bacaan itu disyari’atkan di dalam shalat.
  2. Imam Malik berpendapat bacaan itu tidak disyari’atkan untuk dibaca dalam shalat wajib, baik dengan pelan maupun keras.

Kemudian Imam yang tiga (Abu Hanifah, Syafi’i dan Ahmad) berselisih tentang hukum membacanya:

  1. Imam Abu Hanifah dan Ahmad berpendapat membacanya adalah sunnah bukan wajib karena basmalah bukan bagian dari Al Fatihah.
  2. Imam Syafi’i berpendapat membacanya adalah wajib.

(lihat Taudhihul Ahkaam, 1/413-414 cet. Dar Ibnul Haitsam)

Menjahrkan Basmalah dalam Shalat Jahriyah

Syaikh Ibnu ‘Utsaimin ditanya: Apakah hukum menjahrkan (mengeraskan bacaan) basmalah? Beliau menjawab: “Pendapat yang lebih kuat adalah mengeraskan bacaan basmalah itu tidak semestinya dilakukan dan yang sunnah adalah melirihkannya karena ia bukan bagian dari surat Al Fatihah. Akan tetapi jika ada orang yang terkadang membacanya dengan keras maka tidak mengapa. Bahkan sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa hendaknya memang dikeraskan kadang-kadang sebab adanya riwayat yang menceritakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengeraskannya (HR. Nasa’i di dalam Al Iftitah Bab Qiro’atu bismillahirrahmaanirrahiim (904), Ibnu Hibban 1788, Ibnu Khuzaimah 499, Daruquthni 1/305, Baihaqi 2/46,58) Akan tetapi hadits yang jelas terbukti keabsahannya menerangkan bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa tidak mengeraskannya (berdasarkan hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu: Aku pernah shalat menjadi makmum di belakang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, di belakang Abu Bakar, di belakang Umar dan tidak ada seorang pun di antara mereka yang memperdengarkan bacaan bismillahirrahmanirrahiim (HR. Muslim dalam kitab Shalat Bab Hujjatu man Qoola la yajharu bil basmalah (399)) Akan tetapi apabila seandainya ada seseorang yang menjahrkannya dalam rangka melunakkan hati suatu kaum yang berpendapat jahr saya berharap hal itu tidak mengapa.” (Fatawa Arkanil Islam, hal. 316-317)

Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al Bassaam mengatakan: “Syaikhul Islam mengatakan: Terus menerus mengeraskan bacaan (basmalah) adalah bid’ah dan bertentangan dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan hadits-hadits yang menegaskan cara keras dalam membacanya semuanya adalah palsu.” (Taudhihul Ahkaam, 1/414) Imam Ibnu Katsir mengatakan : “…para ulama sepakat menyatakan sah orang yang mengeraskan bacaan basmalah maupun yang melirihkannya…” (Tafsir Al-Qur’an Al ‘Azhim, 1/22). (muslim.or.id)

»» Baca selengkapnya.....

Keutamaan Ayat Kursi

Semua surat dalam al-Qur’an adalah surat yang agung dan mulia. Demikian juga seluruh ayat yang dikandungnya. Namun, Allah ta’ala dengan kehendak dan kebijaksanaanNya menjadikan sebagian surat dan ayat lebih agung dari sebagian yang lain. Surat yang paling agung adalah surat al-Fatihah, sedangkan ayat yang paling agung adalah ayat kursi, yaitu di surat Al-Baqarah, ayat 255. Yang akan kita pelajari bersama dalam kesempatan ini adalah ayat kursi.

Ubay bin Ka’b radhiallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:

“Wahai Abul Mundzir (gelar kunyah Ubay), tahukah engkau ayat mana di kitab Allah yang paling agung?”

Aku menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.”

Beliau berkata, “Wahai Abul Mundzir, Tahukah engkau ayat mana di kitab Allah yang paling agung?”

Aku pun menjawab,

اللَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ

Maka beliau memukul dadaku dan berkata, “Demi Allah, selamat atas ilmu (yang diberikan Allah kepadamu) wahai Abul Mundzir.” (HR. Muslim no. 810)

Dalam kisah Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dengan setan yang mencuri harta zakat, disebutkan bahwa setan tersebut berkata,

“Biarkan aku mengajarimu beberapa kalimat yang Allah memberimu manfaat dengannya. Jika engkau berangkat tidur, bacalah ayat kursi. Dengan demikian, akan selalu ada penjaga dari Allah untukmu, dan setan tidak akan mendekatimu sampai pagi.”

Ketika Abu Hurairah menceritakannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam, beliau berkata,

“Sungguh ia telah jujur, padahal ia banyak berdusta.” (HR. al-Bukhari no. 2187)

Dalam kisah lain yang mirip dengan kisah di atas dan diriwayatkan Ubay bin Ka’b radhiallahu ‘anhu, disebutkan bahwa si jin mengatakan:

مَنْ قَالَهَا حِينَ يُمْسِي أُجِيرَ مِنَّا حَتَّى يُصْبِحَ ، وَمَنْ قَالَهَا حِينَ يُصْبِحُ أُجِيرَ مِنَّا حَتَّى يُمْسِيَ

“Barangsiapa membacanya ketika sore, ia akan dilindungi dari kami sampai pagi. Barangsiapa membacanya ketika pagi, ia akan dilindungi sampai sore.” (HR. ath-Thabrani no. 541, dan al-Albani mengatakan bahwa sanadnya bagus)

Dalam hadits yang lain, Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:

مَنْ قَرَأَ آيَةَ الْكُرْسِيِّ دُبُرَ كُلِّ صَلاةٍ مَكْتُوبَةٍ لَمْ يَمْنَعْهُ مِنْ دُخُولِ الْجَنَّةِ، إِلا الْمَوْتُ

“Barangsiapa membaca ayat kursi setelah setiap shalat wajib, tidak ada yang menghalanginya dari masuk surga selain kematian.” (HR. ath-Thabrani no. 7532, dihukumi shahih oleh al-Albani)

Disunnahkan membaca ayat ini setiap (1) selesai shalat wajib, (2) pada dzikir pagi dan sore, (3) juga sebelum tidur.

Tafsir Ayat Kursi

اللَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ

“Allah, tidak ada sesembahan (yang berhak disembah) selain Dia Yang hidup kekal serta terus menerus mengurus (makhluk).”

Allah adalah nama yang paling agung milik Allah ta’ala. Allah mengawali ayat ini dengan menegaskan kalimat tauhid yang merupakan intisari ajaran Islam dan seluruh syariat sebelumnya. Maknanya, tidak ada sesembahan yang benar untuk disembah selain Allah. Konsekuensinya tidak boleh memberikan ibadah apapun kepada selain Allah.

Al-Hayyu dan al-Qayyum adalah dua di antara al-Asma’ al-Husna yang Allah miliki. Al-Hayyu artinya Yang hidup dengan sendirinya dan selamanya. Al-Qayyum berarti bahwa semua membutuhkan-Nya dan semua tidak bisa berdiri tanpa Dia. Oleh karena itu, Syaikh Abdurrahman as-Sa’di mengatakan bahwa kedua nama ini menunjukkan seluruh al-Asma’ al-Husna yang lain.

Sebagian ulama berpendapat bahwa al-Hayyul Qayyum adalah nama yang paling agung. Pendapat ini dan yang sebelumnya adalah yang terkuat dalam masalah apakah nama Allah yang paling agung, dan semua nama ini ada di ayat kursi.

لاَ تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ

“Dia Tidak mengantuk dan tidak tidur.”

Maha Suci Allah dari segala kekurangan. Dia selalu menyaksikan dan mengawasi segala sesuatu. Tidak ada yang tersembunyi darinya, dan Dia tidak lalai terhadap hamba-hamba-Nya.

Allah mendahulukan penyebutan kantuk, karena biasanya kantuk terjadi sebelum tidur.

Barangkali ada yang mengatakan, “Menafikan kantuk saja sudah cukup sehingga tidak perlu menyebut tidak tidur; karena jika mengantuk saja tidak, apalagi tidur.”

Akan tetapi, Allah menyebut keduanya, karena bisa jadi (1) orang tidur tanpa mengantuk terlebih dahulu, dan (2) orang bisa menahan kantuk, tetapi tidak bisa menahan tidur. Jadi, menafikan kantuk tidak berarti otomatis menafikan tidur.

لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي اْلأَرْضِ

“Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi.”

Semesta alam ini adalah hamba dan kepunyaan Allah, serta di bawah kekuasaan-Nya. Tidak ada yang bisa menjalankan suatu kehendak kecuali dengan kehendak Allah.

مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ

“Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya.”

Memberi syafaat maksudnya menjadi perantara bagi orang lain dalam mendatangkan manfaat atau mencegah bahaya. Inti syafaat di sisi Allah adalah doa. Orang yang mengharapkan syafaat Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam berarti mengharapkan agar Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam mendoakannya di sisi Allah. Ada syafaat yang khusus untuk Nabi Muhammad, seperti syafaat untuk dimulainya hisab di akhirat, dan syafaat bagi penghuni surga agar pintu surga dibukakan untuk mereka. Ada yang tidak khusus untuk Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam, seperti syafaat bagi orang yang berhak masuk neraka agar tidak dimasukkan ke dalamnya, dan syafaat agar terangkat ke derajat yang lebih tinggi di surga.

Jadi, seorang muslim bisa memberikan syafaat untuk orang tua, anak, saudara atau sahabatnya di akhirat. Akan tetapi, syafaat hanya diberikan kepada orang yang beriman dan meninggal dalam keadaan iman. Disyaratkan dua hal untuk mendapatkannya, yaitu:

   1. Izin Allah untuk orang yang memberi syafaat.
   2. Ridha Allah untuk orang yang diberi syafaat.

Oleh karena itu, seseorang tidak boleh meminta syafaat kecuali kepada Allah. Selain berdoa, hendaknya kita mewujudkan syarat mendapat syafaat; dengan meraih ridha Allah. Tentunya dengan menaatiNya menjalankan perintahNya semampu kita, dan meninggalkan semua laranganNya.

يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ

“Dia mengetahui apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka.”

Ini adalah dalil bahwa ilmu Allah meliputi seluruh makhluk, baik yang ada pada masa lampau, sekarang maupun yang akan datang. Allah mengetahui apa yang telah, sedang, dan yang akan terjadi, bahkan hal yang ditakdirkan tidak ada, bagaimana wujudnya seandainya ada. Ilmu Allah sangat sempurna.

وَلاَ يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلاَّ بِمَا شَاءَ

“Dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah kecuali dengan apa yang dikehendaki-Nya.”

Tidak ada yang mengetahui ilmu Allah, kecuali yang Allah ajarkan. Demikian pula ilmu tentang dzat dan sifat-sifat Allah. Kita tidak punya jalan untuk menetapkan suatu nama atau sifat, kecuali yang Dia kehendaki untuk ditetapkan dalam al-Quran dan al-Hadits.

وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ

“Kursi Allah meliputi langit dan bumi.”

Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu menafsirkan kursi dengan berkata:

الكُرْسيُّ مَوْضِعُ قَدَمَيْهِ

“Kursi adalah tempat kedua telapak kaki Allah.” (HR. al-Hakim no. 3116, di hukumi shahih oleh al-Hakim dan adz-Dzahabi)

Ahlussunnah menetapkan sifat-sifat seperti ini sebagaimana ditetapkan Allah dan Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam, sesuai dengan kegungan dan kemuliaan Allah tanpa menyerupakannya dengan sifat makhluk.

Ayat ini menunjukkan besarnya kursi Allah dan besarnya Allah. Dalam sebuah hadits, Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:

مَا السَّمَاوَاتُ السَّبْع مَعَ الكُرْسِيِّ إِلاَّ كَحَلْقَةٍ مُلْقَاةٍ بِأَرْض فَلاَةٍ

“Tidaklah langit yang tujuh dibanding kursi kecuali laksana lingkaran anting yang diletakkan di tanah lapang.” (HR. Ibnu Hibban no.361, dihukumi shahih oleh Ibnu Hajar dan al-Albani)

وَلاَ يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا

“Dan Allah tidak terberati  pemeliharaan keduanya.”

Seorang ibu, tentu merasakan betapa lelahnya mengurus rumah sendirian. Demikian juga seorang kepala desa, camat, bupati, gubernur atau presiden dalam mengurus wilayah yang mereka pimpin. Namun, tidak demikian dengan Allah yang Maha Kuat. Pemeliharaan langit dan bumi beserta isinya sangat ringan bagi-Nya. Segala sesuatu menjadi kerdil dan sederhana di depan Allah.

وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ

“Dan Dia Maha Tinggi lagi Maha Besar.”

Allah memiliki kedudukan yang tinggi, dan dzat-Nya berada di ketinggian, yaitu di atas langit (di atas singgasana). Dalam sebuah hadits, Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam bertanya kepada seorang budak perempuan: “Di mana Allah?”

Ia menjawab, “Di langit.”

Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam bertanya, “Siapa saya?”

Ia menjawab, “Engkau adalah Rasulullah.”

Maka, Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam berkata kepada majikannya (majikan budak perempuan tersebut -ed), “Bebaskanlah ia, karena sungguh dia beriman!” (HR. Muslim no. 537)

Jelaslah bahwa keyakinan sebagian orang bahwa Allah ada dimana-mana bertentangan dengan al-Qur’an dan al-Hadits.

Demikian pula Allah memiliki kedudukan yang agung dan dzatnya juga agung sebagaimana ditunjukkan oleh keagungan kursiNya dalam ayat ini.

Kesimpulan:

   1. Semua ayat al-Qur’an agung. Adapun ayat yang paling agung adalah ayat kursi.
   2. Disunnahkan untuk membaca ayat ini setiap selesai shalat wajib, pada dzikir pagi dan sore, dan sebelum tidur.
   3. Penegasan kalimat tauhid.
   4. Arti al-Hayyu dan al-Qayyum yang menunjukkan seluruh nama Allah yang lain.
   5. Semua bentuk  kekurangan harus dinafikan dari Allah.
   6. Arti syafaat dan syarat memperolehnya.
   7. Ilmu Allah sangat sempurna.
   8. Kita hanya menetapkan untuk Allah nama dan sifat  yang ditetapkan oleh Allah dan RasulNya sesuai dengan keagungan dan kemuliaanNya, tanpa menyerupakannya dengan nama dan sifat makhluk.
   9. Arti dan keagungan kursi Allah.
  10. Ketinggian dan keagungan Allah dalam dzat dan kedudukan.
  11. Kesalahan orang yang mengatakan Allah ada di mana-mana.
  12. Penetapan banyak nama dan sifat Allah yang menunjukkan kemuliaan dan kesempurnaan-Nya.

Wallahu a’lam.

Referensi:

   1. Al-Quran dan  Terjemahnya
   2. Tafsir Ibnu Katsir
   3. Fathul Qadir, asy-Syaukani
   4. Taysirul Karimir Rahman, Abdurrahman as-Sa’di
   5. Shahih al-Bukhari
   6. Shahih Muslim
   7. Al-Mu’jam al-Kabir, ath-Thabrani
   8. al-Mustadrak, al-Hakim.
   9. Shahih Ibnu Hibban
  10. Shahih Targhib wa Tarhib, al-Albani
  11. Silsilah Ahadits Shahihah, al-Albani
  12. Fathul Majid, Abdurrahman bin Hasan
  13. Fiqhul Asma’il Husna, Abdurrazzaq al-Badr
  14. Al-Qamus al-Muhith, al-Fairuzabadi

Ibnu Abil ‘Izz al-Hanafi berkata: “…tiada kehidupan untuk hati, tidak ada kesenangan dan ketenangan baginya, kecuali dengan mengenal Rabbnya, Sesembahan dan Penciptanya, dengan Asma’, Sifat dan Af’al (perbuatan)-Nya, dan seiring dengan itu mencintai-Nya lebih dari yang lain, dan berusaha mendekatkan diri kepada-Nya tanpa yang lain…” (Syarah al-Aqidah ath-Thahawiyyah)

***

Penulis: Ustadz Anas Burhanuddin, Lc.
»» Baca selengkapnya.....

Istilah-Istilah dalam Jarh wa Ta'dil

  • Al jarhu wa ta’dil : Pernyataan adanya cela dan cacat, dan per-nyataan adanya “al-Adalah” dan “hafalan yang bagus” pada seorang rawi hadits.
  • At Ta’dil : Pernyataan adanya “al-Adalah” pada diri se-orang rawi hadits.
  • Al Jarhu : Celaan yang dialamatkan pada rawi hadits yang dapat mengganggu (atau bahkan meng-hilangkan) bobot predikat “al-Adalah” dan “hafalan yang bagus”, dari dirinya.
  • Tsiqah : Kredibel, di mana pada diri seorang rawi ter-kumpul sifat al-Adalah dan adh-Dhabt (hafalan yang bagus).
  • Rawi La Ba`sa Bihi : Rawi yang masuk dalam kategori tsiqah.
  • Jayyid : Baik
  • Layyin : Lemah.
  • Majhul : Rawi yang tidak diriwayatkan darinya kecua-li oleh seorang saja.
  • Mubham : Rawi yang tidak diketahui nama (identitas)nya.
  • Mudallis : Rawi yangi melakukan tadlis.
  • Rawi Mastur : Sama dengan Majhul al-Hal (Rawi yang tidak diketahui jati dirinya).
  • Perawi Matruk : Perawi yang dituduh berdusta, atau perawi yang banyak melakukan kekeliruan, sehingga periwayatanya bertentangan dengan periwayatan perawi yang tsiqah. Atau perawi yang sering meriwayatkan hadits-hadits yang tidak dikenal (gharib) dari perawi yang terkenal tsiqah.
  • Rawi Mudhtharib : Rawi yang menyampaikan riwayat secara tidak akurat, di mana riwayat yang disam-paikannya kepada rawi-rawi di bawahnya berbeda antara yang satu dengan lainnya, yang menyebabkan tidak dapat ditarjih; riwayat siapa yang mahfuzh (terjaga).
  • Rawi Mukhtalith : Rawi yang akalnya terganggu, yang menye-babkan hafalannya menjadi campur aduk dan ucapannya menjadi tidak teratur.
  • Rawi yang tidak dijadikan sebagai hujjah : Rawi yang haditsnya diriwayatkan dan ditulis tapi haditsnya tersebut tidak bisa dijadikan sebagai dalil dan hujjah.
  • Saqith : Tidak berharga karena terlalu lemah (parahnya illat yang ada di dalamnya).
  • Tadh’if : Pernyataan bahwa hadits atau rawi bersang-kutan dha’if (lemah).
  • Tahqiq : Penelitian ilmiah secara seksama tentang suatu hadits, sehingga mencapai kebenaran yang paling tepat.
  • Tahsin : Pernyataan bahwa hadits bersangkutan ada-lah hasan.
  • Ta’liq : Komentar, atau penjelasan terhadap suatu poto-ngan kalimat, atau derajat hadits dan sebagai-nya yang biasanya berbentuk cacatan kaki.
  • Takhrij : Mengeluarkan suatu hadits dari sumber-sum-bernya, berikut memberikan hukum atasnya; shahih atau dhaif.
  • Syahid : Hadits yang para rawinya ikut serta meriwa-yatkannya bersama para rawi suatu hadits, dari segi lafazh dan makna, atau makna saja; dari sahabat yang berbeda.
  • Syawahid : Hadits-hadits pendukung, jamak dari kata syahid. Haditsnya layak dalam kapasitas syawahid, artinya, dapat diterima apabila ada hadits lain yang memperkuatnya, atau sebagai yang me-nguatkan hadits lain yang sederajat dengannya.
  • Mutaba’ah : Hadits yang para rawinya ikut serta meriwa-yatkannya bersama para rawi suatu hadits gharib, dari segi lafazh dan makna, atau makna saja; dari seorang sahabat yang sama.
Referensi Daftar Istilah:
  1. Taisir Mushthalah al-Hadits, Dr. Mahmud ath-Thahhan.
  2. Manhaj an-Naqd Fi Ulum al-Hadits, Dr. Nuruddin Ithir.
  3. Shahih targhib 2.

»» Baca selengkapnya.....

Membongkar Kesesatan Doraemon, Dragon Ball, dan Sincan

Anak-anak ibarat 'kertas putih' yang dapat dituliskan apa saja pada dirinya. Pada masa anak-anak, apa saja yang dilihat dan didengar dapat membekas di dalam sanubarinya yang masih polos, jika telah terukir di dalam hatinya, akan tergambar dan tersalurkan jika kelak mereka menjadi dewasa.

Tidak dipungkiri lagi, banyak beredar kisah-kisah menarik yang dikemas sedemikian rupa agar disukai anak-anak; kebanyakannya termasuk kisah-kisah fiktif yang dibumbui dengan cerita-cerita kebohongan, syirik, kebobrokan akhlaq, dan gambar bernyawa.

Walhasil, kita dapat melihat betapa banyak anak-anak muslim yang lebih mengenal tokoh-tokoh fiktif hasil produksi orang-orang kafir daripada mengenal tokoh-tokoh muslim, seperti para sahabat, dan ulama’ Salaf; betapa banyak anak-anak muslim yang menghafal cerita-cerita khurafat dibandingkan kisah-kisah penuh ibroh (pelajaran) yang telah diceritakan dan diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wasallam.

Ketika anak-anak bergerombol di depan televisi tak ada satu orang tua pun yang bergeming dan prihatin sikap anak-anaknya. Padahal apabila kita perhatikan, maka nasib anak-anak kita berada dalam kondisi memprihatinkan. Bagaimana tidak, sementara film-film kartun tersebut mengajarkan kepada mereka pelanggaran-pelanggaran syariat Allah dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wasallam.

Tulisan yang ada di depan Anda ini akan membongkar kesesatan, dan penyimpangan beberapa film kartun yang paling populer di tengah-tengah masyarakat yang menyesatkan dan meninabobokkan cikal bakal umat ini.

•    Doraemon si Boneka Ajaib

Konon kabarnya, Doraemon bisa pergi menjelajah di masa lalu dan di masa yang akan datang. Katanya, ia dapat mengadakan sesuatu yang belum ada menjadi ada dengan “kantong ajaibnya”. Dalam kartun, ia digambarkan sebagai tempat untuk dimintai segala sesuatu yang ghaib oleh temannya. Lihatlah bagaiman film kartun tersebut betul-betul menyimpang dari aqidah.

Segala sesuatu telah ditetapkan waktu dan ajalnya oleh Allah Ta’ala. Makhluk tak mampu mengatur waktu sekehendaknya, baik itu memajukannya atau mengundurkannya. Makhluk tak akan mampu menyebrang dari zaman kekinian menuju zaman lampau atau sebaliknya.

Allah Ta’ala berfirman,

“Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu. Maka apabila telah datang waktunya, mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya.” (QS. Al-A’raaf: 34)

Kartun Doraemon telah mengajarkan aqidah (keyakinan) batil dalam benak anak-anak kita tentang adanya makhluk yang memiliki kemampuan yang menyamai Allah Ta’ala. Makhluk ini digambarkan mampu mengadakan segala sesuatu yang belum ada menjadi ada. Padahal telah paten dalam Al-Qur’an dan Sunnah bahwa tak ada makhluk yang mampu melakukan segala sesuatu yang ia kehendaki, karena itu semua ada dalam kekuasaan Allah; itu hanyalah sifat yang dimiliki Allah. Dia berfirman,

"Akan tetapi Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya." (QS. Al-Baqarah: 253)

"Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang dia kehendaki." (QS. Huud: 107)

Tak terasa si Doraemon pun mengajari anak kecil untuk meminta dan berdoa kepada selain Allah dalam perkara yang tak mampu dilakukan oleh seorang makhluk, hanya bisa dilakukan oleh sang Khalik, Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Allah berfirman,

“Dan Sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyeru (berdoa) kepada seseorangpun di dalamnya di samping Allah.” (QS. Al-Jin:18 )

Abu Abdillah Al-Qurthubiy rahimahullah berkata, “Firman Allah ini adalah celaan bagi orang-orang musyrikin saat mereka berdoa kepada selain Allah di samping Allah di Masjidil Haram. Mujahid berkata, “Dulu orang-orang Yahudi dan Nashrani, jika masuk ke gereja dan kuil mereka, maka mereka mempersekutukan Allah (dalam beribadah). Maka Allah memerintahkan Nabi-Nya, dan kaum mukminin agar mereka memurnikan doanya hanya kepada Allah jika mereka masuk ke semua masjid.” (Lihat Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an: 19/21)

•    Dragon Ball

Cerita dalam film ini banyak mengandung unsur kebatilan, seperti adanya penyembahan dewa-dewa seperti Dewa Emperor, Dewa Bumi, Dewa Gunung, Dewa Naga, dan lain-lain. Keyakinan ini seluruhnya berasal dari agama Budha, Hindu dan Shinto yang penuh dengan kebatilan dan kesesatan, sementara Allah hanyalah meridhai Islam sebagai agama yang benar.

"Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam." (QS. Ali Imran: 19)

Mufassir ulung, Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Firman Allah Ta’ala tersebut merupakan pengabaran dari-Nya bahwa tak ada agama di sisi-Nya yang Dia terima dari seorang pun selain Islam, yaitu mengikuti para Rasul dalam perkara yang mereka diutus oleh Allah dengannya dalam setiap zaman sampai mereka (para rasul itu) ditutup dengan Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam yang telah menutup semua jalan menuju kepada-Nya, selain dari arah Muhammad. Barangsiapa yang setelah diutusnya Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam menemui Allah dengan suatu agama yang tidak berdasarkan syari’atnya, maka agama itu tak akan diterima.” (Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim: 1/471)

Jadi, agama apapun selain Islam, seperti agama Buddha, Hindu, Shinto, dan lainnya, semuanya tak akan diterima oleh Allah, dan pelakunya akan merugi, karena kekafiran dirinya. Allah Ta’ala berfirman, "(artinya) Barangsiapa mencari agama selain agama islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imron: 85 )

Seorang Imam Ahli Tafsir, Abul Fadhl Mahmud Al-Alusiy rahimahullah berkata dalam menafsirkan ayat ini, “Allah Ta’ala menjelaskan bahwa barangsiapa yang –setelah diutusnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memilih selain syari’at beliau, maka agama itu tak akan diterima darinya. Sedangkan diterimanya sesuatu adalah diridhainya, dan diberikannya balasan bagi pelakunya atas perbuatan itu.” (Lihat Ruh Al-Ma’aniy: 3/215)

Jika kita telah mengetahui kebatilan agama selain Islam, maka tak layak bagi kita dan anak-anak kita untuk berbangga, meniru, dan memuji orang-orang kafir itu, dan gaya hidup mereka, apalagi sampai memilih agama mereka sebagai pedoman hidup!! Jauhkanlah anak-anak kita dari orang-orang kafir, jangan sampai mereka bangga dengan orang-orang kafir. Bersihkanlah mulut dan telinga mereka dari istilah-istilah orang-orang kafir, dan paganisme dengan jalan membersihkan rumah kita dari benda pembawa petaka (televisi) yang berisi tayangan yang mendangkalkan, bahkan menghanguskan agama. Kita harus baro’ (berlepas diri) dari orang-orang kafir, dan sembahan-sembahan mereka,


“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan Dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu, dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja.” (QS. Al-Mumtahanah: 04)

Ayat ini mengajarkan kepada kita agar punya pendirian terhadap orang-orang kafir. Kita harus tegas dalam menampakkan keyakinan kita. Jangan malah kita yang bangga dan tertipu dengan kekafiran mereka, karena hanya sekedar kemajuan semu yang mereka capai di dunia ini.

Allah Ta’ala berfirman,

“Janganlah sekali-kali kamu terperdaya oleh kebebasan orang-orang kafir bergerak di dalam negeri-negeri. Itu hanyalah kesenangan sementara, kemudian tempat tinggal mereka ialah Jahanam; dan Jahanam itu adalah tempat yang seburuk-buruknya.” (QS. Ali Imran: 196)

Imamul mufassirin, Abu Ja’far Ath-Thabariy rahimahullah berkata, “Allah Ta’ala Dzikruh melarang Nabi-Nya shallallahu 'alaihi wasallam agar jangan tertipu dengan bergerak (bebas)nya orang-orang kafir di negeri-negeri, dan penangguhan Allah bagi mereka, padahal mereka berbuat syirik, mengingkari nikmat-nikmat-Nya, dan beribadahnya mereka kepada selain-Nya.” (Lihat Jami’ Al-Bayan: 3/557)

Jadi, bebasnya mereka di muka bumi ini, dan majunya mereka dalam segala lini kehidupan jangan membuat kita tertipu dengan mereka, sehingga akhirnya tak lagi mengingkari kekafiran mereka, dan malah memilih sikap toleran bersama mereka dalam urusan agama (aqidah, ibadah, akhlaq, dan lainnya).

•    Sincan (Simbol Anak Durhaka)

Sincan adalah anak yang sering mendurhakai kedua orang tuanya, dia suka berbohong, mengeluarkan kata-kata yang kurang ajar kepada kedua orang tuanya, dan suka membuat orang tuanya marah dan jengkel. Jadi, jangan heran kalau banyak anak-anak sekarang yang meniru watak Sincan tersebut, karena telah terpengaruh oleh cerita kartun tersebut.

Allah Ta’ala berfirman, "(artinya) Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS. Al-Isra’: 23 )

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menyebutkan diantara dosa-dosa besar, “Menyekutukan Allah, durhaka kepada kedua orang tua.” Kemudian Beliau Shollallahu ‘alaihi wasallam duduk -sebelumnya bersandar- sambil bersabda, “Ingatlah, dan juga perkataan dusta.” (HR. Al-Bukhriy dalam Shahih-nya no. 2511, Muslim dalam Shahih-nya no.87, At-Tirmidziy dalam Sunan-nya no. 1901, Ahmad dalam Musnad-nya no. 20401)

Abu Amr Ibnush Shalah rahimahullah berkata, “Mungkin bisa dikatakan, Taat kepada kedua orang tua adalah wajib dalam segala sesuatu yang bukan maksiat; menyelisihi perintah keduanya dalam hal itu adalah kedurhakaan”. [Lihat Umdah Al-Qoriy, no. 13/216)

Jadi, termasuk dosa besar, jika seseorang mencela, membentak, merendahkan orang tuanya. Semua ini adalah bentuk-bentuk durhaka yang terlarang di dalam agama kita yang memiliki aturan yang amat sempurna!!

Inilah beberapa kesesatan film-film kartun tersebut. Namun kesalahan dan kesesatannya, sebenarnya masih banyak. Andaikan waktu dan tempat mencukupi, maka kami akan paparkan secara rinci sesuai tinjauan Al-Qur’an dan sunnah. Tapi sesuatu yang tak bisa dikerja dominannya, ya jangan ditinggalkan semuanya. Semoga pada waktu yang lain kami akan bahas kembali, Insya Allah. (PurWD/voa-islam.com)

Sumber : Buletin Jum’at Al-Atsariyyah edisi 38 Tahun I, Penerbit: Pustaka Ibnu Abbas.
»» Baca selengkapnya.....

Memindah Penyakit ke Dalam Telur

Seorang pasien datang ke ‘orang pintar’. Dia mengeluhkan sakit perut yang lama di deritanya. Sesaat si dukun memeriksa, disimpulkanlah bahwa pasien terkena santet. Terapi di mulai. Si dukun mengambil telur ayam lalu menggelindingkan telur berkali-kali ke perut pasien sambil berkomat-kamit. Sesaat kemudian, si dukun menyediakan baskom dan memecah telur di hadapan pasien. Ajaib, di dalam telur terdapat paku, pines, jarum, maupun pecahan silet. “Nih, santetnya sudah aku keluarkan, kamu sudah sembuh!” katanya.

Kasihan, pasien ini telah ditipu oleh dukun dengan trik murahan. Memang dukun konsisten dengan semboyannya, “kebodohan kamu adalah keuntungan kami.” Mari kita ‘bedah’ trik dukun yang masih laris di pasaran ini.

Sejatinya dukun itu tidak bisa memindah penyakit dari perut ke telur. Benda-benda tajam yang terdapat dalam telur itu sengaja dimasukkan dengan proses kimiawi. Caranya, telur direndam ke dalam cuka selama lebih kurang 1 jam. Kulit telur akan lembek dan lunak, sehingga bisa dimasuki jarum, atau paku atau duri atau silet atau bahkan bisa disuntik dengan darah ayam segar. Setelah diangkat dari air cuka dan didiamkan, kulit kembali mengeras, lalu lobang bekas memasukkan barang tersebut ditutup dengan sabun yang memiliki warna paling mirip dengan warna kulit telur. Inilah rahasia di balik keanehan itu. Selebihnya, tinggal keluwesan dukun dalam bersandiwara, dan kelengahan pasien yang gampang percaya.

Mungkin ada pertanyaan, kenapa pasien kadang-kadang sembuh? Bukan karena telurnya, tapi karena kuatnya sugesti pasien yang melihat dengan mata kepala, bahwa penyakit telah ‘berpindah’ ke dalam telur. Rasa lega ini yang membuatnya lupa akan penyakitnya. Tapi, karena inti penyakitnya belum hilang, biasanya ini tidak berlangsung lama, penyakit akan kambuh kembali, dan pasien akan ketagihan lagi datang ke dukun untuk memiskinkan diri sendiri dan memperkaya dukun, na’udzu billah.

Agar kita tidak gampang tertipu oleh cara-cara pengobatan yang aneh, atau terjerumus pada terapi ala ketok magic yang sesat, maka ada rambu-rambu yang dijelaskan para ulama untuk memilih cara pengobatan yang diperbolehkan oleh syar’i.

Pertama, pengobatan itu haruslah yang bersifat ma’qul, logis, bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiyah atau hissiyah (bisa diindera). Yang penting bukan menggunakan sesuatu yang diharamkan, karena Nabi saw bersabda,
فَتَدَاوَوْا وَلاَ تَدَاوَوْا بِحَرَام

“Maka berobatlah, akan tetapi jangan berobat dengan yang haram.” (HR Abu Dawud)

Kedua, dalam hal pengobatan yang tidak logis, haruslah masyru’, ada keterangan syariatnya. Seperti do’a-do’a ma’tsur atau secara umum ruqyah syar’iyyah, yang meskipun terhitung tidak logis, namun dalil syar’i telah mengukuhkan kebolehan dan khasiatnya.

Pengobatan yang tidak masuk nalar dan tidak pula dididapatkan keterangannya dalam syariat besar kemungkinan itu adalah perdukunan atau hanya tipuan belaka. Seperti memindahkan penyakit ke hewan, berobat dengan mengganti tanda tangan dan cara lain yang tidak logis dan tidak masyru’. Wallahu a’lam. (arrisalah)
»» Baca selengkapnya.....

Adzab dan Nikmat Kubur

Iman kepada perkara ghaib merupakan diantara kewajiban terbesar bagi seorang Muslim. Dan diantara iman kepada perkara yang ghaib ialah iman kepada setiap keterangan yang berasal dari Allah dan Rasul-Nya yang menerangkan tentang apa yang akan terjadi setelah datangnya kematian, yaitu apa yang akan kita alami di alam kubur kelak. 

Ahlu Sunnah wal Jama’ah, mereka beriman dan percaya dengan adanya siksaan dan nikmat yang akan terjadi di dalamnya sebagaimana ditunjukkan oleh nash-nash shahih yang ada.

Perlu diketahui bahwa yang dimaksud dengan adzab dan nikmat kubur adalah adzab dan nikmat barzakh. Barzakh adalah nama tempat diantara dunia dan Akhirat. Allah berfirman:

"Dan di hadapan mereka ada dinding sampal hari mereka dibangkitkan." (Qs. Al Mukminun: 100)
Disebut adzab dan nikmat kubur, karena ia bisa menjadi bagian dari taman surga atau bagian dari jurang neraka, sesuai dengan keadaan si mayit sebelumnya. Sekalipun mayat itu terbakar, tenggelam, dimakan srigala, ia akan mendapat adzab atau nikmat kubur sesuai dengan amalnya.

Dalil-dalil dari Al Qur`an
Ibnu Qayyim berkata, "Nikmat dan adzab alam Barzakh tersebut di dalam Al Qur`an lebih dari satu tempat."
Allah berfirman: "Maka Allah memeliharanya dari kejahatan tipu daya mereka, dan Fir'aun beserta kaumnya dikepung oleh azab yang amat buruk. Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya Kiamat. (Dikatakan kepada malaikat): "Masukkanlah Fir'aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras". (Qs. Al Mukmin (Ghafir): 45-46)

Allah Ta'ala menyampaikan kepada mereka, bahwa mereka kelak akan disiksa pada hari Kiamat jauh lebih keras siksaanya dari siksaan yang terdahulu yaitu ketika mereka berada di dalam kubur, secara pasti. Alasannya, sebagian mereka telah mati dan tidak pernah merasakan siksaan di dunia, maka ini berarti menunjukkan adanya siksa kubur. Dan Allah berfirman:

"Maka biarkanlah mereka hingga mereka menemui hari (yang dijanjikan kepada) mereka yang pada hari itu mereka dibinasakan, (yaitu) hari ketika tidak berguna bagi mereka sedikitpun tipu daya mereka dan mereka tidak ditolong. Dan sesungguhnya untuk orang-orang yang zalim ada azab selain daripada itu. Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui." (Qs. Ath Thuur: 45-47)

Ini mungkin difahami, bahwa yang dimaksud ialah siksaan yang mereka terima melalui pembunuhan (dalam peperangan) dan lain sebagainya, disamping mungkin pula difahami bahwa yang dimaksud ialah siksaan yang mereka terima di alam Barzakh, dan inilah nampaknya yang paling nyata. Sebab, banyak diantara mereka yang mati namun tidak pernah merasakan siksaan di dunia. Selain itu bisa pula difahami bahwa yang dimaksud lebih umum daripada itu, yaitu bahwa siapa yang mati diantara mereka akan disiksa di dalam kuburnya, sedang yang masih hidup diantara mereka akan disiksa di dunia melalui pembunuhan dan sebagainya. Jadi, merupakan ancaman akan datangnya siksaan bagi mereka di dalam dunia dan di alam Barzakh.

"Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampal hari mereka dibangkitkan." (Qs. Al Mukminun: 100)

"Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki." (Qs. Ibrahim: 27)

"Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim berada dalam tekanan sakratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): "Keluarkanlah nyawamu" Di hari ini kamu dibalas dengan siksa yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayatNya." (Qs. Al An’am: 93)

"Nanti mereka akan Kami siksa dua kali kemudian mereka akan dikembalikan kepada azab yang besar." (Qs. At Taubah: 101)

Dalil-dalil dari As Sunnah
Dari Bara` bin ‘Azib ra, ia berkata, “Pada suatu saat aku pergi bersama Rasulullah saw mengantarkan jenazah seorang sahabat dari kalangan Anshar. Ketika jenazah tiba di kuburan, ternyata kuburannya belum dibuatkan liang lahad. Kemudian Rasulullah saw duduk mengahadap kiblat dan kami pun duduk di sampingnya, seakan-akan di atas kepala kami ada seekor burung dan di tangan beliau tergenggam tongkat yang menancap ke tanah. Rasulullah saw mengarahkan pandangannya ke langit dan menundukkannya lagi ke tanah. Rasulullah saw melakukannya sampai tiga kali, seraya bersabda, “Mohonlah perlindungan kepada Allah swt dari adzab kubur.”

Rasulullah saw menyerukannya dua kali atau tiga kali. Kemudian Rasulullah saw berdo`a:
اللهم إني أعوذ بك من عذاب القبر
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari adzab kubur.” Beliau membacakannya tiga kali. Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya seorang hamba yang mukmin, jika ia terputus dari kehidupan dunia lalu menuju kehidupan akhirat, niscaya akan turun kepadanya malaikat dari langit dengan wajah yang putih bersinar, sehingga seakan-akan wajah mereka ialah matahari, dimana mereka membawa kain kafan fan kamper dari surga dan mereka duduk sejauh mata memandang, tidak lama kemudian datang malaikat maut dan duduk di samping kepalanya, seraya berkata, “Wahai ruh yang baik –di dalam riwayat yang lain: ruh yang tentram –keluarlah kamu menuju ampunan Allah dan keridhaan-Nya.” Rasulullah saw bersabda, “Kemudian ruh itu keluar menetes bagaikan tetasan air yang keluar dari melut cerek, dan malaikat maut mengembalinya di dalam riwayat yang lain: hingga ketika ruh itu keluar- maka setiap malaikat yang ada di antara langit dan bumi dan juga setiap malaikat yang ada di langit mendo`akannya, kemudian dibukakan baginya pintu-pintu langit, dan tidak ada satu pun malaikat penjaga pintu langit kecuali mereka berdo`a kepada Allah supaya menaikkan ruhnya dari arah mereka.

Ketika malaikat maut mengambilnya, maka ruh itu tidak dibiarkan berada dalam genggaman tangannya sekejap matapun melainkan mereka segera mengambilnya dan meletakkannya di atas kain kafan yang mereka bawa (dari surga) yang telah ditaburi kamper (dari surga), sebagaimana disinyalir oleh Allah swt dalam firman-Nya, “Ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami, dan malaikat-malaikat Kami itu tidak melalaikan kewajibannya.” (Qs. Al-Am’am: 61). Kemudian menyebar dari dalam kain kafan tersebut bau harum bagaikan bau harum minyak kasturi yang pernah kamu temukan di bumi. Rasulullah saw bersabda, “Selanjutnya para malaikat membawanya naik (ke langit), dan tidaklah ruh itu dibawa melewati seorang malaikat pun, kecuali malaikat tersebut akan bertanya, “Ruh siapakah yang menyebarkan bau harum ini?” Para malaikat yang membawanya menjawab, “(Ruh) fulan bin fulan”, seraya mereka menyebutkan sejumlah nama panggilan yang baik yang biasa dipanggilkan kepadanya sewaktu di dunia hingga mereka tiba di pintu langit dunia, mereka meminta dibukakan pintu kepada penjaganya, lalu penjaganya membukakannya untuk mereka, sementara seluruh malaikat penghuni setiap langit turut menghantarkannya hingga tiba di pintu langit berikutnya, dan mereka berhenti di langit ketujuh. Kemudian Allah berfirman, “Catatlah buku catatan amal hamba-Ku ini di ‘Illiyyin, “Tahukah kamu apakah ‘Illiyyin itu ? (yaitu) kitab yang bertulis, yang disaksikan oleh malaikat-malaikat yang didekatkan (kepada Allah).” (Qs. Al-Muthaffifin: 19-21). Setelah buku catatan amalnya dicatatkan di ‘Illiyyin, maka Allah berfirman, “Kembalikan ruh ini ke bumi, karena Aku telah berjanji kepada mereka, bahwa darinya Aku menciptakan mereka, padanya Aku mengembalikan mereka dan darinya Aku mengeluarkan mereka pada kesempatan yang lain.” Rasulullah saw bersabda, “Kemudian ruh itu dikembalikan lagi ke bumi, dan ruh itu dikembalikan ke dalam jasadnya.” Rasulullah saw bersabda, “Ia (jenazah itu) mendengar bunyi sandal sahabat-sahabatnya ketika mereka kembali (dari kuburannya).”

Selanjutnya akan datang kepadanya dua malaikat yang keras bentakannya, seraya membentaknya serta mendudukannya. Kemudian keduanya bertanya kepadanya, “Siapa Rabb-mu?” Ia menjawab, “Tuhanku Allah.” Keduanya bertanya, “Apa agamamu?” Ia menjawab, “Agamaku Islam.” Keduanya bertanya, “Bagaimana mengenai seorang laki-laki yang telah diutus di tengah-tengah kamu?” Ia menjawab, “Ia adalah Rasulullah saw.” Keduanya bertanya, “Apa yang telah kamu lakukan?” Ia menjawab, “Aku membaca Kitab Allah (Al-Qur`an), kemudian aku mengimani serta membenarkannya.” Kemudian salah satunya membentaknya, seraya bertanya, “Siapa Rabbmu?” Apa agamamu? Siapa Nabimu?” Hal itu merupakan fitnah (ujian) terakhir yang dihadapi seorang Mukmin, seperti diisyaratkan Allah dalam firman-Nya: “Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia.” (Qs. Ibrahim: 27). Ia menjawab, “Rabbku Allah, agamaku Islam dan Nabiku Muhammad saw.”

Kemudian terdengar suara penyeru yang berseru dari langit, “Sungguh benar hamba-Ku, maka hamparkanlah untuknya permadani dari surga, pakaikanlah kepadanya pakaian dari surga serta bukakanlah untuknya pintu menuju surga.” Rasulullah saw bersabda, “Kemudian ia mencium bau harum dan wewangian surga dilapangkankan baginya kuburannya sejauh matanya memandang.”

Rasulullah saw bersabda, “Setelah itu datang kepadanya –dalam riwayat lain: diserupakan kepadanya- seorang lelaki berwajah tampan, berpakaian bagus serta menebarkan bau harum, seraya berkata, “Aku akan mengabarkan sesuatu kabar yang akan menggembirakanmu. Aku akan mengabarkan keridhaan dari Allah serta surga-surga yang di dalamnya penuh dengan kenikmatan yang kekal. Ini adalah harimu yang dahulu engkau dijanjikan.” Ia (jenazah itu) berkata, “Juga bagimu, semoga Allah mengabarimu dengan kabar yang baik, siapakah anda ini sesungguhnya. Dimana wajahmu mencerminkan wajah orang yang bersegera dalam mengerjakan ketaatan kepada Allah serta menahan diri dalam maksiat kepada Allah, sehingga Allah membalasmu dengan kebaikan.” Setelah itu dibukakan kepadanya pintu surga dan pintu neraka, seraya dikatakan, “Ini tempatmu kelak, jika kamu berbuat maksiat kepada Allah, kemudian Allah menggantinya dengan tempat ini, dan ia melihat tempatnya kelak di surga, seraya berkata, “Wahai Tuhanku, segerakanlah kiamat supaya aku dapat berkumpul kembali dengan keluargaku dan hartaku.” Kemudian dikatakan kepadanya, “Diamlah dengan tenang.”

Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya orang yang durhaka, jika ia mengundurkan diri dari kehidupan dunia dan terputus dari urusan akhirat, niscaya akan turun kepada para malaikat yang kasar lagi keras dengan wajah yang hitam pekat dan membawa kain kafan yang kasar dari neraka, kemudian mereka duduk di hadapannya sejauh mata memandang. Tak lama kemudian datang malaikat maut dan duduk di samping kepalanya, seraya berkata, “Wahai ruh yang jelek keluarlah menuju kemurkaan serta kebencian Allah.” Rasulullah saw bersabda, “Selanjutnya malaikat maut memaksa ruh tersebut berpisah dari jasadnya dan mencabutnya bagaikan mencabut besi tusukan daging yang banyak cabangnya dari bulu domba yang basah, dimana turut terputus urat-urat dan urat-urat syaraf bersamaan dengan tercabutnya ruh.

Kamudian setiap malaikat yang ada di antara langit dan bumi dan malaikat yang ada di langit melaknatnya dan pintu-pintu langit terkunci, serta tak ada seorang pun malaikat penjaga pintu, melainkan mereka berdo`a kepada Allah supaya tidak menaikkan ruh itu dari arah mereka. Ketika malaikat maut mengambilnya, maka ruh tersebut tidak dibiarkan berada dalam genggaman tangannya sekejap mata pun melainkan mereka segera mengambilnya serta meletakkannya di atas kain kafan yang kasar tadi.

Kemudian menyebar dari dalam kain kafan itu bau busuk bangkai yang pernah kamu temukan di bumi. Kemudian mereka membawanya naik (ke langit), dan tidaklah para pembawanya melewati seorang malaikat pun malainkan akan bertanya, “Ruh siapakah yang jelek ini?” Mereka menjawab, “(Ruh) fulan bin fulan; seraya menyebutkan nama panggilan yang jelek yang biasa dipanggilkan kepadanya sewaktu di dunia sehingga mereka tiba di pintu langit dunia, kemudian meminta supaya dibukakan pintu untuknya, tetapi malaikat penjaganya tidak membukakannya.” Kemudian Rasulullah saw membacakan ayat Al-Qur`an, “Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lobang jarum.” (Qs. Al-A’raf: 40). Selanjutnya Allah swt berfirman, “Catatlah buku catatan amalannya di Sijjin, yaitu di bagian lapisan bumi paling bawah. Kemudian dikatakan, “Kembalikanlah ruh hamba-Ku ini ke bumi, karena Aku telah berjanji kepada mereka bahwa darinya Aku menciptakan mereka dan kepadanya Aku akan mengembalikan mereka serta darinya Aku akan mengeluarkan mereka pada kesempatan yang lain.” Setelah itu ruhnya dilemparkan dari langit kencang sekali sehingga jatuh menimpa jasadnya.” Rasulullah saw membacakan ayat Al-Qur`an, “Barangsiapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh.” (Qs. Al-Hajj: 31). Kemudian ruhnya kembali ke dalam jasadnya.”

Rasulullah saw bersabda, “Ia (jenazah itu) mendengar bunyi sandal sahabat-sahabatnya jika mereka pergi darinya.”
Selanjutnya akan datang kepadanya dua malaikat yang keras bentakannya, seraya membentaknya dan mendudukannya. Kemudian keduanya bertanya kepadanya, “Siapa Rabbmu?” Ia berkata, “Ah…Ah, aku tidak tahu.” Keduanya bertanya, “Apa agamamu?” Ia menjawab, “Ah…Ah, aku tidak tahu.” Keduanya bertanya, “Bagaimana pendapatnya tentang seorang laki-laki yang diutus di tengah-tengah kamu?” Ia pun tidak ingat sama sekali namanya, sehingga dikatakan kepadanya, “Muhammad?” Ia menjawab, “Ah…Ah, aku tidak tahu, dan aku hanya orang-orang menyebut-nyebut nama tersebut.”

Rasulullah saw bersabda, Dikatakan kepadanya, “Kamu tidak tahu, dan tidak mau mengikuti orang-orang yang tahu.” Kemudian terdengar suara penyeru yang berseru dari langit, “Sungguh ia pendusta, maka hamparkanlah untuknya permadani dari neraka dan bukakanlah untuknya pintu menuju ke neraka. Saat itu ia akan merasakan panasnya kuburannya menghimpitnya, sehingga tulang-tulang rusuknya hancur berantakan.”
Selanjutnya akan datang kepadanya –dalam riwayat lain: diumpamakan kepadanya- seorang laki-laki yang berwajah buruk, berpakaian compang-camping serta menyebarkan bau busuk bangkai, seraya berkata, “Aku akan mengabarimu sebuah kabar yang tidak mengenakkanmu. Ini adalah hari yang dahulu kamu dijanjikan.” Ia (jenazah itu) menjawab, “Juga bagimu, semoga Allah mengabarimu sebuah kabar yang buruk, siapakah kamu ini? Wajahmu adalah wajah orang yang selalu melakukan keburukan.” Laki-laki itu menjawab, “Aku ini adalah amalanmu yang jelek. Demi Allah, aku tidak mengetahuimu, selain kamu adalah orang yang selalu melalaikan ketaatan kepada Allah serta bersegera dalam melakukan kemaksiatan kepada Allah hingga Allah membalasmu dengan kejelekan.”

Kemudian laki-laki itu berubah menjadi buta, tuli dan bisu sementara pada tangannya tergenggam sebuah palu godam yang jika sebuah gunung dipukul dengannya, maka gunung itu akan hancur manjadi tanah. Kemudian Allah mengembalikannya seperti keadaan semula, dan laki-laki itu memukulnya lagi satu kali pukulan sehingga ia menjerit keras sekali yang didengar setiap makhluk selain manusia dan jin. Juga dibukakan untuknya pintu neraka serta dihamparkan permadani ke neraka, sehingga ia pun bertanya, Wahai Tuhanku, janganlah Engkau melaksanakan kiamat.”

Rasulullah SAW bersabda:
Sesungguhnya alam kubur itu tahap pertama kehidupan akhirat. Jika seseorang selamat pada tahap pertama itu, maka ringanlah pada tahap-tahap berikutnya. Namun, jika tidak selamat pada tahap pertama, maka untuk tahap-tahap selanjutnya lebih dahsyat."

Ibnu ‘Abbas berkata Rasulullah SAW lewat dua kuburan kemudian beliau bersabda:
"Kedua penghuni kuburan ini sedang disiksa. Mereka disiksa (menurut pandangan mereka) bukan karena suatu dosa besar. Yang seorang suka mengadu domba kesana kemari, sedangkan yang satunya lagi ia kurang seksama ketika bersuci dari air kencing." Maka beliau memerintahkan untuk diambilkan pelepah kurma yang basah. Lalu beliau belah menjadi dua (dan beliau tancapkan di kuburan itu) seraya bersabda: "Semoga siksa kubur keduanya diringankan hingga kedua pelepah ini kering."

Rasulullah SAW juga bersabda:
"Sesungguhnya seorang hamba apabila telah diletakkan di dalam kuburnya dan ditinggalkan oleh kawan-kawannya, maka ia bisa mendengar derap sandal-sandal mereka, kemudian ia didatangi oleh dua Malaikat, lalu keduanya mendudukkannya dan mengatakan kepadanya: 'Apa yang dulu engkau katakan tentang orang itu, Yakni Muhammad?' Adapun orang Mukmin, maka ia menjawab: 'Aku Bersaksi bahwa ia adalah hamba Allah dan Rasul-Nya.' Maka ia diberi tahu: 'Lihatlah kepada tempatmu di Neraka yang telah ditukarkan oleh Allah dengan suatu tempat di Surga.' Rasulullah SAW menjelaskan: 'Ia pun melihat dua tempat itu semuanya.' Adapun orang kafir dan munafik, kedua Malaikat itu berkata kepadanya: 'Apa yang dulu engkau katakan tentang lelaki ini?' Maka ia menjawab: 'Aku tidak tahu, dahulu aku berkata dengan apa yang dikatakan orang lain.' Kedua Malaikat itu berkata: 'Engkau tidak mengetahui dan tidak pernah membaca.' Lalu iadipukul dengan gondam dari besi tepat diantara kedua telinganya, hingga menjerit dengan jeritan yang keras serta dapat didengar oleh (seluruh) makhluk yang diatasnya selain manusia dan jin."

Rasulullah SAW juga bersabda: "Sesungguhnya jika salah seorang diantara kamu mati, disiapkan tempat baginya pada pagi dan sore hari. Jika dia dari penghuni jannah, maka dia dimasukkan sebagai penghuni jannah. Jika dia dari penghuni neraka, maka dia dimasukkan sebagai penghuni neraka. Lalu dikatakan kepadanya: "Ini tempatmua, sehingga Allah membangkitkannya pada hari Kiamat."

Dan masih banyak lagi hadits-hadits yang berbicara tentang alam kubur, bahkan ia sampai kepada derajat mutawatir. Demikian juga tentang pertanyaan Munkar dan nakir. Semua itu harus diyakini dan diimani keberadaannya. Dan kita tidak boleh mempertanyakn bagaimananya. Sebab akal memang tidak bisa memahami bentuk sesungguhnya. Karena memang tak pernah mereka alami di dunia ini. Ajaran syari'at juga tidak memberi kemampuan akal untuk menyingkapnya. Kembalinya ruh ke dalam jasad, tak sebagaimana kembalinya ruh itu di dunia (sesudah tidur). Ruh itu kembali dengan cara kembali yang tidak dikenal di dunia ini. Sedangkan ruh itu memiliki lima hubungan dengan tubuh kasar berbeda-beda hukumnya:
  1. Berhubungannya ruh dalam perut ibunya dalam bentuk janin.
  2. Berhubungannya ruh dengan tubuh setelah dikeluarkan ke alam dunia.
  3. Berhubungannya ruh dengan tubuh di kala tidur. Saat itu, disatu sisi ia berpisah dari tubuh, disisi lain ia masih bergantung padanya.
  4. Berhubungannya ruh dengan tubuh di Alam Barzakh. Sesungguhnya meskipun ia meninggalkan tubuh dan berpisah darinya, namun tidak meninggalkannya secara total, sehingga tak menoleh kepadanya sedikitpun. Karena ia masih mendengar detak suara terompah manusia (di atas kubur) samapi menjauh.
  5. Berhubungannya ruh dengan tubuhnya pada hari Kebangkitan, itulah hubungannya yang paling sempurna pada tubuhnya. Karena keberhubungannya yang lain sebelumnya. Karena, keberhubungan itu mengharuskan untuk tidak tidur, mati ataupun rusak. Tidur adalah saudara kematian.
Wal hasil, alam itu ada tiga: Alam dunia, Alam Barzakh dan Alam Akhirat. Masing-masing alam itu telah Allah berikan kekhususan tersendiri. Allah merakit tubuh manusia dari tubuh kasar dan jiwa. Hukum-hukum dunia ini Allah berikan kepada tubuh, sedangkan ruh hanya mengikut saja. Sementara hukum-hukum di barzakh diberikan kepada ruh, sedangkan tubuh hanya mengikut saja. Apabila tiba Hari Kebangkitan dan keluarnya manusia dari kubur-kubur mereka, maka hukum, kenikmatan dan adzab akan diderikan kepada ruh dan jasad sekalian. Apabila pengertian ini betul-betul kita renungkan, keberadaan alam kubur sebagai taman-taman Jannah atau kubangan-kubangan Naar memang betul sesuai logika. Dan bahwa hal itu benar, tak perlu diragukan lagi. Dengan itu juga akan terbedakan orang-orang yang beriman kepada yang ghaib dari selain mereka. Dan perlu diketahui bahwa api/naar yang ada di alam kubur juga kenikmatan yang ada di dalamnya, tidaklah sejenis dengan api dan kenikmatan di dunia. Meskipun Allah membakar tanah dan batu-batuan yang ada di atas dan dibawahnya (dalam kubur), sehingga lebih panas dari bara di dunia, namun kalau tanah tersebut disentuh oleh penghuni dunia mereka tak akan merasakan apa-apa. Lebih mengherankan lagi, bila dua orang laki-laki dikuburkan bersebelahan. Yang satunya berada dalam kubangan-kubangan api, sedangkan yang lainnya dalam taman-taman jannah. Namun panas api pada kuburan yang satu tidak sampai kepada yang lain. Demikian juga kenikmatan pada kuburan yang satu tidak akan sampai kepada yang lainnya. Kalau Allah hendak menampakkan kondisi itu kepada sebagian hamba-Nya (para Nabi), Allah menyembunyikannya kepada yang lain. Karena kalau Allah menampakkannya kepada seluruh manusia, hilanglah hikmah ajaran syari'at dan keimanan kepada hal ghaib. Dan tentunya manusia juga tidak saling membantu menguburkan. Rasulullah SAW bersabda: "Kalau kalian semua tidak disyari'atkan untuk saling menguburkan, tentunya akan kuperdengarkan kepada kalian siksa kubur yang kini sedang kudengar."  Maka karena hikmah ajaran syari'at ini tidak berlaku kepada binatang, maka mereka pun bisa mendengarkan suara adzab.

Aisyah berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda,

ِإنَّ لِلْقَبْرِ ضُغْطَةٌ لَوْ كَانَ أَحَدٌ نَاجِياً مِنْهَا نَجَا سَعْدُ بْنِ مُعَاذٍ
"Sesungguhnya setiap kubur memiliki tekanan/himpitan. Seandainya seseorang selamat darinya, pastilah Sa'ad bin Mu'adz akan selamat pula."

Sa'ad bin Mu'adz, pemimpin kaum Anshar yang syahid di ujung panah pada perang Khandaq. Kematian Sa'ad mampu mengguncang 'Ary Allah Ta'ala. Meski demikian, Sa'ad yang demikian hebat masih disindir Rasulullah SAW dalam haditsnya di atas. Lalu bagaimana halnya dengan orang-orang selain Sa'ad? Kita memohon keselamatan dari Allah SWT.

Abu Ayyub Al Anshari berkata, "Seorang bayi dikubur. Lalu Rasulullah SAW bersabda,
لَوْ أَفْلَتَ أَحَدٌ مِنْ ضِمَّةِ الْقَبْرِ لَأَفْلَتَ هَذَا الصَّبِيِّ
"Sendainya seseorang bisa berkelit dari jepitan kubur, niscaya bayi ini akan bisa berkelit pula."

Qoul Salaf
Imam Ath Thahawi di dalam kitabnya Al Aqidah Ath Thahawiyah mengatakan, “Kita juga mengimani adanya adzab kubur bagi orang yang berhak mendapatkannya dan juga pertanyaan Malaikat Munkar dan Nakir kepadanya di dalam kubur tentang Rabb dan agamanya berdasar riwayat-riwayat dari Rasulullah serta para sahabat Ridhwanullahu ‘Alaihim Ajma’in. alam kubur adalah taman-taman jannah atau kubangan-kubangan neraka.”

Imam Syafi’i mengatakan, “Adzab kubur itu benar adanya dan pertanyaan yang diajukan kepada penghuni kubur juga benar adanya.”

Imam Al Qurthubi menulis di dalam At Tadzkirah nya, "Beriman kepada adzab kubur dan fitnah yang ada di dalamnya, hukumnya wajib. Kewajiban mempercayainya telah dijelaskan oleh Ash Shadiq (Rasulullah SAW). Allah akan menghidupkan kembali seorang hamba di kubur, membekalinya dengan akal sebagaimana sebelumnya, agar ia dapat mengerti pertanyaan yang diberikan kepadanya, dapat menjawab serta memahami apa yang datang dari Rabb-nya dan apa yang telah ia persiapkan menghadapi alam kubur, baik berupa persiapan yang baik maupun yang buruk. Inilah keterangan yang telah dijelaskan oleh Nabi SAW. Inilah madzhab Ahlu Sunnah wal Jama'ah. Para sahabat –yang Al Qur`an diturunkan dengan lisan dan bahasa mereka melalui Nabi SAW- dan tabi'in sesudahnya tidak mempunyai keyakinan (dalam masalah kubur) selain yang telah kami sebutkan di atas."

Imam Ahmad berkata, "Adzab kubur adalah kepastian. Seorang hamba akan ditanya tentang agama, nabi, surga dan neraka. Malaikat Munkar dan Nakir pasti datang. Mereka berdua adalah "penguji" di alam kubur. Kita mohon keteguhan kepada Allah."

Abdullah bin Ubaid berkata, "Telah sampai khabar kepadaku bahwa ketika mayit telah diletakkan dikubur, ia mendengar suara langkah orang yang melayatnya (Al Wakhdzu). Tak ada yang mengajak bicara kepadanya pertama kali selain kuburnya. Ia berkata: 'Celaka wahai anak Adam. Bukankah engkau telah diperingatkan tentang diriku? Diperingatkan tentang kesempitan, kegelapan, bau busuk dan binatang-binatang yang ada di dalamku? Inilah yang kupersiapkan untuk menyambut kedatanganmu. Lalu apa yang kau persiapkan untuk menbghadapiku?"

Ibnu Atsir berkata dalam "An Nihayah" (164/5), "Al Wakhdzu" adalah suara sandal yang berjalan diatas tanah." Al Qurthubi berkata dalam "At Tadzkirah", "Al Wakhdzu" adalah berjalan dengan cepat."

Ibnu Abdil Barr meriwayatkan dalam At Tahmid dengan isnadnya dari Ibn A'idz dari Ghudhaif bin Al Harits dari Abdullah bin Amru bin 'Ash, berkata, "Sesungguhnya kuburan akan berkata kepada seseorang yang abru dimakamkan, "Wahai anak Adam, apa yang membuatmu lalai dariku? Bukanlah engkau tahu, bahwa aku adalah tempat satu-satunya bagimu? Tempat yang gelap tetapi nyata. Apa yang membuatmu berpaling dariku, padahal sebelumnya kadang engkau berjalan di sekitarku (fidada)."

Ibnu A'idz bertanya kepada Ghudhaif, "Apa yang dimaksud dengan fidada?". Ia menjawab, "Berjalan disekitarnya dalam masa-masa tertentu."

Ghudhaif berkata, "Abdullah bin Ubaid bun Umair berkata kepada Abdullah bin Amru, "kalau ia seorang Mukmin, kuburnya akan diluaskan. Apa yang diperoleh dari perluasan itu?" Dijawab, "Kuburnya akan diluaskan, dijadikan sebagai tempat tinggal nan hijau, sementara ruhnya naik ke hadapan Allah."

Dari Abdullah bin Ubaid bin Amir, ia berkata, "Allah menciptakan lisan bagi kubur hingga ia dapat berkata, "Wahai anak Adam, mengapa engkau melupakanku? Bukankan kau telah tahu, bahwa aku adalah satu-satunya tempat bagimu, yang dipenuhi binatang tanah dan mengerikan?". Abdullah bin Ubaid bin Amir berkata lagi, "Suatu ketika kubur menangis. Dalam tangisnya ia merintih, "Aku adalah tempat yang mengerikan. Aku tempat menyendiri, dan aku adalah tempat cacing (binatang tanah)"

Yazid bin Sakhirah berkata, "Kuburan berkata kepada orang kafir atau fajir, "Apakah kau tidak ingat akan kegelapan, kengerian dan kesempitan yang ada pada diriku?"

Orang-orang yang akan mendapatkan Adzab Kubur
Banyak hadits yang menerangkan tentang orang-orang yang akan mendapatkan adzab kubur, diantaranya:
  1. Mereka yang tidak bersuci setelah buang air kecil, sehingga ia masih bernajis. Sebagaimana hadits Ibnu ‘Abbas berkata Rasulullah SAW lewat dua kuburan kemudian beliau bersabda: "Kedua penghuni kuburan ini sedang disiksa. Mereka disiksa (menurut pandangan mereka) bukan karena suatu dosa besar. Yang seorang suka mengadu domba kesana kemari, sedangkan yang satunya lagi ia kurang seksama ketika bersuci dari air kencing." Maka beliau memerintahkan untuk diambilkan pelepah kurma yang basah. Lalu beliau belah menjadi dua (dan beliau tancapkan di kuburan itu) seraya bersabda: "Semoga siksa kubur keduanya diringankan hingga kedua pelepah ini kering."
  2. Mereka yang suka mengadu domba (mengadu dua orang dengan kebohongan). Sebagaimana yang telah disebutkan di dalam hadits di atas.
  3. Mereka yang suka berbuat ghulul (mengambil ghanimah yang bukan haknya).
  4. Mereka yang berbuat kebohongan.
  5. Mereka yang membaca Al Qur`an akan tetapi tidak melaksanakan apa-apa yang diperintahkan Allah dan yang dilarang di dalam Al Qur`an.
  6. Mereka yang melakukan zina.
  7. Mereka yang memakan riba.
  8. Mereka yang suka berhutang.

Orang-orang yang terbebas dari adzab kubur:
•    Orang yang mati syahid di jalan Allah.
Dari Rasyid bin Sa'ad, dari beberapa sahabat Nabi SAW, disebutkan bahwa seseorang bertanya kepada Nabi SAW,

ياَ رَسُوْلُ اللهِ, مَا بَالَ المُؤْمِنِيْنَ يُفْتَنُوْنَ فِيْ قُبُوْرِهِمْ إِلَّا الشَّهِيْدُ؟ قَالَ: كَفَى بِبَارِقَةِ السُّيُوْفِ عَلَى رَأْسِهِ فِتْنَةً
."Wahai Rasulullah SAW, mengapa orang-orang beriman akan diuji dalam kubur, kecuali para syuhada`?". Beliau menjawab, "Kilatan pedang yang berkelebat di atas kepala mereka (para syuhada`) sudah cukup menjadi ujian bagi mereka."

•    Orang yang ribath.
Salman berkata, "Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda,

رِباَطُ يَوْمٍ وَ لَيْلَةٍ خَيْرٌ مِنْ صِيَامِ شَهْرٍ وَ قِيَامِهِ وَ إِنْ مَاتَ جَرَى عَلَيْهِ عَمَلُهُ الَّذِي كَانَ يَعْمَلُهُ وَ أَجْرَي عَلَيْهِ رِزْقُهُ وَ أَمِنَ الْفِتَانِ
.
"Ribath sehari semalam lebih baik dari puasa dan shalat malam sebulan. Kalau seseorang mati (dalam kondisi ini), amalannya akan mengalir dan dicurahkan rizqi atasnya serta dijamin bebas dari ujian kubur."

•    Orang yang meninggal pada hari Jum’at atau malamnya.
Rasulullah SAW bersabda,

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَمُوْتُ يَوْمَ الجُمُعَةِ أَوْ لَيْلَةَ الجُمُعَةِ إِلاَّ وَقَاهُ اللهُ تَعَالَى فِتْنَةَ الْقَبْرِ
.
"Tidaklah seorang Muslim yang meninggal pada hari Jum'at atau malam jum'at, kecuali Allah pasti akan menjaganya dari fitnah kubur."

•    Orang yang meninggal karena sakit perut.
Abu Ishaq Asy Syu'aibi berkata, "Sulaiman bin Shord berkata kepada Khalid bin Urfathah –atau sebaliknya, Khalid berkata kepada Sulaiman,
أَمَا سَمِعْتَ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ يَقُوْلُ: مَنْ قَتَلَهُ بَطْنُهُ لَمْ يُعَذَّبْ فِي قَبْرِهِ؟ فَقَالَ أَحَدُهُمَا لِصَاحِبِهِ: نَعَمْ
"Apakah kamu mendengar rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa meninggal karena sakit perut, tidak akan diadzab dalam kuburnya". Salah seorang dari mereka menjawab, "Ya".

•    Bacaan Surat Al Mulk (surat Tabaraka).
Rasulullah SAW bersabda,
سُوْرَةُ تَبَارَكَ هِيَ الْمَانِعَةُ مِنْ عَذَابِ اْلقَبْرِ
"Surat Tabarak akan mencegah adzab kubur."

Agar Selamat dari Adzab Kubur
Sebuah riwayat yang disebutkan Ibnu Hibban dalam Shahihnya, dan juga oleh Al Hakim dalamAl Mustadraknya, menyebutkan,

Diriwayatkan dari Abu Hurairah dalam Al Musnad dan lainnya, serta yang diriwayatkan Abu Hatim bin Hibban dalam Shahihnya dari Abu Hurairah ra, bahwa Nabi SAW bersabda, "Sesungguhnya jika mayit telah diletakkan di kuburnya, mampu mendengar suara sandal mereka (yang menguburnya). Jika ia seorang Mukmin, shalatnya hadir menemani di daerah kepalanya. Puasa di samping kanan dan zakatnya di samping kirinya. Perbutan lain seperti infak, silaturrahmi, amar makruf dan akhlak baiknya ada di kakinya.

Kemudian dua Malaikat datang dari sebelah kepala. Shalatnya berkata, "Tak ada yang bisa masuk dari arah ini". Malaikta tadi pindah ke sisi kanannya, dan dicegat oleh puasanya, "Tak ada yang bisa masuk dari arah ini". Mereka pindah ke samping kiri. Dijawab oleh zakat, "tak ada yang bisa masuk dari arah ini".

Lalu mereka mendatangi dari sebelah kiri. Shadaqah, silaturrahmi, amar makruf dan akhlak baiknya mencegat, "Tak ada yang bisa masuk dari arah ini". Akhirnya mereka berkata, "Duduklah". Ia duduk mendekat seperi matahari yang hendak tenggelam. "Biarkan akku shalat", pintanya.

"Kamu mau shalat? Beritahu kami tentang beberapa hal yang akan kami tanyakan. Apa yang aku ketahui tentang lelaki yang dahulu pernah bersamamu? Apa yang kau katakan tentangnya, dan bagaimana kesaksianmu terhadapnya?" ia menjawab, "Dia adalah Muhammad. Kami bersaksi bahwa dia Rasulullah. Datang membawa kebenaran dari Allah." Dikatakan kepadanya, "Atas keyakinan itu kamu hidup dan atas keyakinan itu kamu akan dibangkitkan, Insya Allah." Kemudian dibukakan pintu surga. Dikatakan padanya, "Inilah tempat yang telah Allah janjikan kepadamu."

Ia menjadi gembira dan bertambah riang. Kuburnya diluaskan hingga tujuh puluh hasta dan disinari cahaya terang. Jasadnya dikembalikan sebagaimana semula. Ruhnya diletakkan dalam hembusan burung yang bergantung di surga.

Inilah yang difirmankan Allah Ta'ala, "Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang dzalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki." (Qs. Ibrahim: 27).

Lalu disebutkan keadaan orang kafir yang bertolak belakang. Ia berkata, "Kuburnya disempitkan sehingga hancur tulang-tulangnya. Itulah "kehidupan sempit" yang dimaksud dalam firman Allah, "….baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta." (Qs. Thaha: 16)."

Abu Dzar Al Ghifari berkata, "Wahai manusia, aku adalah penasehat bagimu. Aku merasa kasihan kepadamu. Dirikanlah shalat di kegelapan malam untuk menghadapi hari kebangkitan dan berpuasalah di dunia untuk menghadapi kari kebangkitan dan bersedekahlah untuk menghadapi hari yang berat. Wahai manusia, aku adalah penasehat bagimu. Aku merasa kasihan kepadamu."


Maraji’:
  1. Syarah Al Aqidah Ath Thahawiyah, Ibnu Abil ‘Iz Ad Dimasqi, Muassasah Ar Risalah: Beirut, jld. II, cet. XIII, 1421 H/2000 M.
  2. Tahdzib Syarah Al Aqidah Ath Thahawiyah Edisi Indonesia, Abdul Akhir Hammad Al Ghunaimi, Pustaka At Tibyan: Solo, jld. II, cet. IV, 2002.
  3. Manhaj Aqidah Imam Syafi’i, DR. Muhammad AW. Al ‘Aqil, Pustaka Imam Syafi’i: Bogor, cet. II, 1423 H/2003 M.
  4. Al Kabair, Imam Adz Dzahabi, Pustaka Arafah; Solo, cet. I, 2001.
  5. Malam Pertama di Alam Kubur, Syaikh Muhammad bin Husain Ya'qub, dkk, Aqwam: Solo, cet. II, 1425 H/2004 M.
  6. Perjalanan Ruh Setelah Mati, Bahasan Seputar Adzab & Nikmat Kubur Serta Kehidupan Alam Barzakh, Khalid bin ‘Abdurrahman Asy-Syayi’, Pustaka Darul Haq: Jakarta.
»» Baca selengkapnya.....

Karakteristik Ajaran Islam

Sebagai muslim, kita tentu ingin menjadi muslim yang sejati. Untuk itu, seorang muslim harus menjalankan ajaran Islam secara kaffah (total, menyeluruh), bukan hanya mementingkan satu aspek dari ajaran Islam lalu mengabaikan aspek yang lainnya. Oleh karena itu, pemahaman kita terhadap ajaran Islam secara syamil (menyeluruh) dan kamil (sempurna) menjadi satu keharusan. Disinilah letak pentingnya kita memahami karakteristik atau ciri-ciri khas ajaran Islam dengan baik.

Dr. Yusuf Qardhawi dalam bukunya Khasaais Al ‘Ammah Lil Islam menyebutkan bahwa karakteristik ajaran Islam itu terdiri dari tujuh hal penting yang tidak terdapat dalam agama lain, dan ini pula yang menjadi salah satu sebab mengapa hingga sekarang ini begitu banyak orang yang tertarik kepada Islam sehingga mereka menyatakan diri masuk ke dalam Islam. Ini pula yang menjadi sebab, mengapa hanya Islam satu-satunya agama yang tidak "takut" dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena itu, ketujuh karakteristik ajaran Islam sangat penting untuk kita pahami.

1.    Robbaniyyah

Allah Swt merupakan Robbul ‘alamin (Tuhan semesta alam), disebut juga dengan Rabbun nas (Tuhan manusia) dan banyak lagi sebutan lainnya. Kalau karakteristik Islam itu adalah Robbaniyyah, itu artinya bahwa Islam merupakan agama yang bersumber dari Allah Swt, bukan dari manusia, sedangkan Nabi Muhammad Saw tidak membuat agama ini, tapi beliau hanya menyampaikannya. Karenanya, dalam kapasitasnya sebagai Nabi, beliau berbicara berdasarkan wahyu yang diturunkan kepadanya, Allah berfirman yang artinya: "Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya, ucapan itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)" (QS 53:3-4).

Karena itu, ajaran Islam sangat terjamin kemurniannya sebagaimana Allah telah menjamin kemurnian Al-Qur'an, Allah berfirman yang artinya: "Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al-Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya" (QS 15:9).

Disamping itu, seorang muslim tentu saja harus mengakui Allah Swt sebagai Rabb (Tuhan) dengan segala konsekuensinya, yakni mengabdi hanya kepada-Nya sehingga dia menjadi seorang yang rabbani dari arti memiliki sikap dan prilaku dari nilai-nilai yang datang dari Allah Swt, Allah berfirman yang artinya: "Tidak wajar bagi manusia yang Allah berikan kepadanya Al kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: "hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku, bukan penyembah Allah", tapi dia berkata: "hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan kamu tetap mempelajarinya" (QS 3:79).

2.    Insaniyyah

Islam merupakan agama yang diturunkan untuk manusia, karena itu Islam merupakan satu-satunya agama yang cocok dengan fitrah manusia. Pada dasarnya, tidak ada satupun ajaran Islam yang bertentangan dengan jiwa manusia. Seks misalnya, merupakan satu kecenderungan jiwa manusia untuk dilampiaskan, karenanya Islam tidak melarang manusia untuk melampiaskan keinginan seksualnya selama tidak bertentangan dengan ajaran Islam itu sendiri.
Prinsipnya, manusia itu kan punya kecenderungan untuk cinta pada harta, tahta, wanita dan segala hal yang bersifat duniawi, semua itu tidak dilarang di dalam Islam, namun harus diantur keseimbangannya dengan kenikmatan ukhrawi, Allah berfirman yang artinya: "Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu di dunia dan berbuat baikklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi ini. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan" (QS 28:77).

3.    Syumuliyah

Islam merupakan agama yang lengkap, tidak hanya mengutamakan satu aspek lalu mengabaikan aspek lainnya. Kelengkapan ajaran Islam itu nampak dari konsep Islam dalam berbagai bidang kehidupan, mulai dari urusan pribadi, keluarga, masyarakat sampai pada persoalan-persoalan berbangsa dan bernegara.
Kesyumuliyahan Islam tidak hanya dari segi ajarannya yang rasional dan mudah diamalkan, tapi juga keharusan menegakkan ajaran Islam dengan metodologi yang islami. Karena itu, di dalam Islam kita dapati konsep tentang da'wah, jihad dan sebagainya. Dengan demikian, segala persoalan ada petunjuknya di dalam Islam, Allah berfirman yang artinya: "Dan Kami turunkan kepadamu al kitab (Al-Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri" (QS 16:89).

4.    Al-Waqi'iyyah

Karakteristik lain dari ajaran Islam adalah al waqi'iyyah (realistis), ini menunjukkan bahwa Islam merupakan agama yang dapat diamalkan oleh manusia atau dengan kata lain dapat direalisir dalam kehidupan sehari-hari. Islam dapat diamalkan oleh manusia meskipun mereka berbeda latar belakang, kaya, miskin, pria, wanita, dewasa, remaja, anak-anak, berpendidikan tinggi, berpendidikan rendah, bangsawan, rakyat biasa, berbeda suku, adat istiadat dan sebagainya.
Disamping itu, Islam sendiri tidak bertentangan dengan realitas perkembangan zaman bahkan Islam menjadi satu-satunya agama yang mampu menghadapi dan mengatasi dampak negatif dari kemajuan zaman. Ini berarti, Islam agama yang tidak takut dengan kemajuan zaman.
5.    Al-Wasathiyah
Di dunia ini ada agama yang hanya menekankan pada persoalan-persoalan tertentu, ada yang lebih mengutamakan masalah materi ketimbang rohani atau sebaliknya. Ada pula yang lebih menekankan aspek logika daripada perasaan dan begitulah seterusnya. Allah Swt menyebutkan bahwa umat Islam adalah ummatan wasathan (umat yang pertengahan), umat yang seimbang dalam beramal, baik yang menyangkut pemenuhan terhadap kebutuhan jasmani dan akal pikiran maupun kebutuhan rohani.
Manusia memang membutuhkan konsep agama yang seimbang, hal ini karena tawazun (kesimbangan) merupakan sunnatullah. Di alam semesta ini terdapat siang dan malam, gelap dan terang, hujan dan panas dan begitulah seterusnya sehingga terjadi keseimbangan dalam hidup ini. Dalam soal aqidah misalnya, banyak agama yang menghendaki keberadaan Tuhan secara konkrit sehingga penganutnya membuat simbol-simbol dalam bentuk patung. Ada juga agama yang menganggap tuhan sebagai sesuatu yang abstrak sehingga masalah ketuhanan merupakan kihayalan belaka, bahkan cenderung ada yang tidak percaya akan adanya tuhan sebagaimana komunisme. Islam mempunyai konsep bahwa Tuhan merupakan sesuatu yang ada, namun adanya tidak bisa dilihat dengan mata kepala kita, keberadaannya bisa dibuktikan dengan adanya alam semesta ini yang konkrit, maka ini merupakan konsep ketuhanan yang seimbang. Begitu pula dalam masalah lainnya seperti peribadatan, akhlak, hukum dan sebagainya.
6.    Al-Wudhuh
Karakteristik penting lainnya dari ajaran Islam adalah konsepnya yang jelas (Al Wudhuh). Kejelasan konsep Islam membuat umatnya tidak bingung dalam memahami dan mengamalkan ajaran Islam, bahkan pertanyaan umat manusia tentang Islam dapat dijawab dengan jelas, apalagi kalau pertanyaan tersebut mengarah pada maksud merusak ajaran Isla itu sendiri.
Dalam masalah aqidah, konsep Islam begitu jelas sehingga dengan aqidah yang mantap, seorang muslim menjadi terikat pada ketentuan-ketentuan Allah dan Rasul-Nya. Konsep syari'ah atau hukumnya juga jelas sehingga umat Islam dapat melaksanakan peribadatan dengan baik dan mampu membedakan antara yang haq dengan yang bathil, begitulah seterusnya dalam ajaran Islam yang serba jelas, apalagi pelaksanaannya dicontohkan oleh Rasulullah Saw.
7.    Al-Jam'u Baina Ats-Tsabat wa Al-Murunnah
Di dalam Islam, tergabung juga ajaran yang permanen dengan yang fleksibel (al jam'u baina ats tsabat wa al muruunah). Yang dimaksud dengan yang permanen adalah hal-hal yang tidak bisa diganggu gugat, dia mesti begitu, misalnya shalat lima waktu yang mesti dikerjakan, tapi dalam melaksanakannya ada ketentuan yang bisa fleksibel, misalnya bila seorang muslim sakit dia bisa shalat dengan duduk atau berbaring, kalau dalam perjalanan jauh bisa dijama' dan diqashar dan bila tidak ada air atau dengan sebab-sebab tertentu, berwudhu bisa diganti dengan tayamum.
Ini berarti, secara prinsip Islam tidak akan pernah mengalami perubahan, namun dalam pelaksanaannya bisa saja disesuaikan dengan situasi dan konsidinya, ini bukan berarti kebenaran Islam tidak mutlak, tapi yang fleksibel adalah teknis pelaksanaannya.
Dengan demikian, menjadi jelas bagi kita bahwa, Islam merupakan satu-satunya agama yang sempurna dan kesempurnaan itu memang bisa dirasakan oleh penganutnya yang setia.
»» Baca selengkapnya.....

Kalender

Waktu

Gita Bahana Nada

Google Translate

Daftar Isi

Yahoo Messenger

Buku Tamu


ShoutMix chat widget

Al-Qur'an Online