Jadwal Sholat

Kalender Hijriyah

Asma'ul Husna

Profil

Foto Saya
Syaiful Rohman
Hanyalah seorang Makhluk Allah SWT yang banyak berlumuran dosa, serta memohon akan ampunannya. Semoga semua dosa-dosa yang telah kulakukan semuanya dapat di ampuninya serta digantikan dengan kebajikan-kebajikan.Serta saat ini sedang mendambakan seorang kekasih yang dapat dijadikan sebagai pendamping hidup untuk melaksanakan sunnah Rosul Muhammad SAW...
Lihat profil lengkapku

Radio Muslim

TV Qur'an

Daftar Pengunjung

Perbedaan Para Mufassirin dan Penyebabnya

I. MUQODIMAH
Pembahasan ini adalah termasuk yang paling penting untuk memahami Al Qur’an, sebab disini ketika seorang Tholibul Ilmi memelajari tafsir para salaf, maka akan didapatkan banyak sekali perbedaan-perbedaan penafsiran. Sehingga karena tidak tahu bagaimana cara menyikapinya, maka akan menjadikan bingung bagi yang membaca.

Dulu, ketika para sahabat mendapatkan permasalahan dalam memahami ayat Al Qur’an, maka mereka bertanya langsung kepada Rosululloh, dan beliau langsung jawab pertanyaan itu. Sehingga ketika Rosulloh saw meninggal maka mereka tidak bisa mengembalikan lagi permasalahan mereka kepada beliau lagi. Dari sinilah mereka berijtihad dengan kemampuan mereka masing-masing dengan modal keahlian dalam bahasa dan pengetahuan tentang asbabun nuzul ayat. Sehingga dengan berbedanya kemampuan yang dimiliki mereka masing-masing, menyebabkan perbedaan yang fariatif  dalam memahami sebuah ayat.
Namun perbedaan diantara mereka masih sedikit. Akan tetapi yang banyak perbedaan diantara mereka adalah dalam masalah fikih. (Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Muqoddimah fie Ushulit Tafsir).
Adapun sebab-sebab sedikitnya perbedaan diantara mereka sebagai berikut:
  1. Nabi masih hidup diantara mereka, sehingga jika ada masalah mereka langsung bisa bertanya kepada beliau.
  2. Bahwa Rosululloh p melarang mereka untuk berselisih tentang Al Qur'an, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Amru bin Syu'aib dari bapaknya dari kakeknya: "Bahwa ada beberapa orang shohabat sedeng duduk di dekat pintu Rosululloh, sebagian mereka berkata: "Tidakkah Allah berfirman begini dan begini? Yang lain berkata: "tidak juga Allah berfirman begini dan begini? Maka terdengarlah perbincangan mereka oleh Rosululloh p, lalu beliau keluar dengan wajah yang memerah seperti buah delima, dan berkata: "Apakah dengan cara begini kalian diperintahkan? Ataukah dengan cara memisalkan sebagian dengan sebagian yang lain? Hanyasannya sesatnya umat-umat sebelum kalian adalah karena mereka melakukan seperti ini! Tugas kalian bukan untuk ini, perhatikanlah ayat yang menunjukkan perintah, dan amalkanlah, dan perhatikan juga apa yang dilarang, maka jauhilah dia!. ( musnad Imam Ahmad: 2/ 196 dan rijalnya tsiqoh).
  3. Luasnya ilmu para sahabat tentang ilmu syar'I dan dalamanya ilmu bahas yang mereka miliki, ushlub-ushlubnya, makna-maknanya yang memudahkan mereka dalam memahami ayat-ayat Al Qur'an.
  4. Pengaruh zaman, karena itulah sebaik-sebaiknya zaman itu.

II. PERBEDAAN PARA AHLI TAFSIR
a.    Perbedaan dari segi penafsiran lafadz-lafadz atau kalimat-kalimat dalam Al Qur'an.
Perbedaan itu adalah perebedaan fariatif bukan kontradiksi

Dengan sedikitnya perbedaan penafsiran diantara mereka (para shohabat), maka kebanyakan perselisihan diantara mereka itu adalah perselisihan yang bersifaf fariatif bukan kontradiktif, namun-namun perselisihan diantara mereka bisa dilihat dari:
1.  Masing-masing dari mereka (para ahli tafsir) menyebutkan makna ayat itu, berbeda dengan yang para ahli tafsir lainnya, akan tetapi maksudnya sama.
Contoh: "tafsir Ash Shirotol mustaqim" ada yang berkata maknanya adalah Islam, ada yang menafsirkan dengan Al Qur'an. Ada juga yang mengatakan As Sunnah wal Jama'ah, ada juga yang mengatakan ketaatan kepada Allah dan Rosulnya. Akan tetapi seluruh perkataan ini adalah meunjukkan kesamaan, hanya saja masing-masing menyebutkan salah satu sifat dari sifat-sifatnya saja.

2.  Masing-masing dari mereka (para ahli tafsir) menyebutkan sebagian macam-macam permisalan yang tersirat dari lafadz atau kalimat yang global.
Contoh:

{ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِّنَفْسِهِ وَمِنْهُم مُّقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ذَلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيرُ }فاطر32

Adh Dholim li nafsihi ada yang tafsirkan "orang yang tidak meninggalkan kewajiban dan melakukan yang haram. Sedangkan Al Muqtasid adalah yang melaksanakan kewajiban tapi meninggalkan yang haram. Sedangkan As Sabiq adalah orang yang selalu bersegera melaksanakan kewajiban dan kebaikan-kebaikan.

Ada juga yang menafsirkan dengan jenis ketaatan yang lain, seperti: As Sabiq adalah yang sholat diawal waktu, sedang Al Muqtasid adalah yang sholat pada pertengahannya, sedang Adz Dzolim adalah yang mengakhirkan sholat ashar sampai hampir menjelang malam (Akhir waktu). Ada juga yang katakan As Sabiq, Al Muqtasih dan Adz Dzolim telah disebutkan dalam akhir dari surat Al Baqoroh, yaitu As Sabiq adalah disamping yang wajib, yang sunnahpun tidak ditinggalkan, sedang Adz Dzolim adalah yang makan riba dan tidak mau zakat, sedang Al Muqtasid adalah yang menunaikan zakat wajib dan tidak makan riba. Dan juga bisa ditafsirkan dengan yang lainnya selain amalan-amalan itu.

3.    Karena pada satu lafadz terhadap dua makna. Contoh: dalam surat Al Mudatsir lafadz قسورة بمعنى الرامي وتارة الأسد ( bermakna pelempar dan macam). Contoh lain: adalah lafadz عسعس  yang bermakna menjelang malam dalilnya والليل إذا يغشها dan akhir malam dalilnya والليل إذا أدبر. (dan ini termasuk yang bisa dikumpulkan maknanya). Contoh-contoh itu adalah yang bisa di gabungkan dua makna tadi.
Sedangkan contoh yang maknanya bertentangan adalah lafadz Al Qur' ( القرء) yang bermakna suci dan haid, dan ini harus ditarjih antara keduanya.
Jadi sekeranya dua makna itu adalah makna yang bersifat fariatif maka solusinya adalah dengan menjame'nya. Sedangkan bila kontraiksi maka solusinya dengan tarjih.
4.    Masing-masing dari mereka (para ahli tafsir) menyebutkan makna dengan lafadz yang maknanya berdekatan.
Contoh: "Dalam surat Al An'am: 70, وذكر به أن تبسل نفس بما كسبت  maka makna ان تبسل adalah أن تحبس artinya memenjarakan, makna lain adalah أن تستجن yang berarti memenjarakan juga. Jadi makna satu.

b.    Perselisihan mereka pada asbabun nuzul.
Mengetahui sebab turunnya ayat, adalah merupakan salah satu modal untuk memahami sebuah ayat. Karena العلم بالسبب يورث العلم بالمسبب (mengilmui sebab akan menemukan jawaban atau mengilmui sebab itu akan menghilangkan keraguan dan keheranan). Maka dari itu jika seseorang memahami Al Qur'an tanpa melihat dulu apa sebab turunnya ayat ini, maka terjadi banyak sekali kesalahan yang fatal dalam memahami ayat.

Sebagai salah satu contoh: dalam Al Baqoroh: ayat 158. Bahwa pada suatu ketika Urwah bin Zubair berkata kepada Aisyah: "ya Ummal Mukminin! Orang-orang tahu bahwa thowaf adalah merupakan kewajian. Tapi aku lihat Allah tidak mewajibkan kepada kita, sebagaimana firman Allah: إن الصفى والمروة من شعائر الله فمن حج البيت أو اعتمر فلا جناح عليه.... kemudian beliau Aisyah berkata: tidak tahukah kamu sebab nuzul ayat itu. Kemudian beliau cerita: "dulu dimasa Jahiliyah, orang jahiyah berthowaf diantara sofa dan marwa di Sofa ada sebuah patung yang bernama 'Isyaf     begitu juga di Marwa ada sebuah patung bernama Naailah. Bahwa ketika kaum muslimin melihat bahwa thowaf adalah merupakan syiar jahiyah, maka mereka enggan untuk thowaf, sehingga turunlah ayat itu sebagai jawaban.

Ketika kita membaca ayat yang memiliki sebab nuzul, maka akan mendapatkan dua atau lebih sebab nuzul dalam satu ayat, dan kalau kita lihat antara sebab yang satu dengan yang lainnya sepertinya bertentangan padahal itu tidak demikian. Maka itu bisa diketahui dengan mengetahui kaedah dibawah ini:
Jika dikatakan Ayat ini turun tentang kejadian ini, maka ini memiliki dua maksud:
a.    Itu merupakan sebab turunnya ayat.
b.    Atau terkadang itu terkandung atau masih berakaitan dengan ayat itu, dan bukan sebab turunnya ayat itu.

Contoh: Al Baqoroh : 223. Seperti bila katakan ayat ini turun pada ayat khawarij, maka maksud perkataan ini bukanlah sebab turunnya ayat akan tetapi masuk pada hukum ayat itu. Karena khawarij muncul jauh setelah Al Qur'an sempurna.

Para Ulama' berbeda pendapat tentang perkataan نزلت هذه الآية في كذا apakah itu termasuk musnad (atsar yang marfu') atau bukan musnad ( mauquf ). Adapun Imam Al Bukhori mengatagorikannya dalam musnad sedangkan yang lainya tidak, yaitu seperti musnad Imam Ahmad dan yang lainnya (pendapat jumhur). Kecuali bila terjadi suatu peristiwa atau sebuah pertanyaan maka ini sudah pasti di sebut sebagai asbabun nuzul.

Seperti dalam ayat 85 surat Al Isro'. Yaitu munculnya sebuah pertanyaan sehingga turunlah ayat itu.
Adapun jika masing-masing mereka menyebutkan sebab turunnya ayat, maka kemungkinan keduanya memang sebab turunnya ayat, atau dua kali penurunan.

Disarikan dari kitan Al Muqoddimah fie Ushulit Tafsir Ibnu Taimiyah dan Ushulut Tafsir wa Manhajuhu DR. Fahad bin Abdur Rohman bin Sulaiman Ar Rumy.

Kalender

Waktu

Gita Bahana Nada

Google Translate

Daftar Isi

Blog Archive

Yahoo Messenger

Buku Tamu


ShoutMix chat widget

Al-Qur'an Online