Jadwal Sholat
Kalender Hijriyah
Asma'ul Husna
Profil
- Syaiful Rohman
- Hanyalah seorang Makhluk Allah SWT yang banyak berlumuran dosa, serta memohon akan ampunannya. Semoga semua dosa-dosa yang telah kulakukan semuanya dapat di ampuninya serta digantikan dengan kebajikan-kebajikan.Serta saat ini sedang mendambakan seorang kekasih yang dapat dijadikan sebagai pendamping hidup untuk melaksanakan sunnah Rosul Muhammad SAW...
Kategori
- Aqidah
- Arba'in Nawawi
- Bulan Mulia
- Dongeng
- Fiqih
- Gita Bahana Nada
- Hadits
- Harun Yahya
- Imam Madzhab
- Islami
- Kerajaan Islam Indonesia
- Kisah
- Kisah Abu Nawas
- Kisah Para Nabi
- Kisah Teladan
- Kisah Tokoh Islam
- Kisah Wali Songo
- Motivasi
- Mu'jizat
- Novel
- Oase
- Puasa
- Renungan
- Sejarah
- Sirah Muhammad
- Tafsir
- Tokoh Indonesia
- Umum
Radio Muslim
TV Qur'an
Kiat Menjemput Maut
18.28 |
Diposting oleh
Syaiful Rohman
oleh Cecep Yusuf Pramana
PeKa Online-Jakarta, Alkisah menurut sirah (sejarah kehidupan Nabi), pernah Nabi Ibrahim AS berdialog dengan malaikat Maut soal sakaratul maut. Nabi Ibrahim bertanya kepada malaikat maut, "Dapatkah engkau memperlihatkan rupamu saat engkau mencabut nyawa manusia yang gemar berbuat dosa?". Malaikat menjawab pendek, "Engkau takkan sanggup". "Aku pasti sanggup", timpal Ibrahim. "Baiklah, berpalinglah dariku", ujar sang malaikat.
Saat Nabi Ibrahim AS berpaling kembali, dihadapannya telah berdiri sosok berkulit legam dengan rambut berdiri, berbau busuk dan berpakaian serba hitam. Dari hidung dan mulutnya tersembur jilatan api. Seketika itu pula Nabi Ibrahim AS jatuh pingsan !
Ketika tersadar kembali, berkata beliau kepada malaikat maut, "Wahai Malaikat Maut, seandainya para pendosa itu tak menghadapi sesuatu yang lain dari wajahmu disaat kematiannya, niscaya cukuplah itu menjadi hukuman untuknya".
Di kesempatan lain, kisah yang diriwayatkan oleh 'Ikrimah dari Ibn 'Abbas ini, Nabi Ibrahim AS meminta Malaikat Maut mengubah wujudnya saat mencabut nyawa orang-orang beriman. Dengan mengajukan syarat yang sama kepada Ibrahim AS sang malaikat kemudian mengubah wujudnya. Dihadapan Nabi yang telah membalikkan badannya kembali, telah berdiri seorang pemuda tampan, gagah, berpakaian indah yang darinya tersebar harum wewangian. "Seandainya orang beriman melihat rupamu disaat kematiannya, niscaya cukuplah itu sebagai imbalan amal baiknya", komentarnya.
Dari nukilan kisah itu, apakah bisik-bisik misteri tentang penampakkan Malaikat Maut menjelang ajal seseorang benar adanya? Dalam pergaulan sehari-hari, kadang sering kita mendengar dari mulut ke mulut, misalnya salah satu anggota keluarga dari orang yang tengah menghadapi maut bercerita bahwa saudaranya itu melihat sesuatu. Apakah itu berupa bayangan hitam, putih atau hanya gumaman dialog mirip seperti orang yang tengah mengigau.
Namun yang pasti dari beberapa riwayat, selain Nabi Ibrahim AS., Nabi Daud AS. dan Nabi Isa AS. juga pernah dihadapkan pada fenomena penampakkan Malaikat Maut itu. Kisah pra sakaratul maut itu belum seberapa dibandingkan dengan peristiwa sakaratul mautnya itu sendiri. Sakaratul maut adalah sebuah ungkapan untuk menggambarkan rasa sakit yang menyerang inti jiwa dan menjalar ke seluruh bagian tubuh sehingga tak satupun bagian yang terbebas dari rasa sakit itu. Malapetaka paling dahsyat di kehidupan paripurna manusia ini memberi rasa sakit yang berbeda-beda pada setiap orang.
Untuk menggambarkan rasa itu, pernah Rasulullah SAW. bersabda: "Kematian yang paling mudah adalah serupa dengan sebatang duri yang menancap di selembar kain sutera. Apakah duri itu dapat diambil tanpa membawa serta bagian kain sutera yang terkoyak ?".
Di bagian lain Rasulullah seperti yang dikisahkan Al-Hasan pernah menyinggung soal kematian, cekikan dan rasa pedihnya. "Sakitnya sama dengan tiga ratus tusukan pedang". Diriwayatkan, pernah Nabi Ibrahim AS. ketika ruhnya akan dicabut, Allah SWT bertanya kepada Ibrahim: "Bagaimana engkau merasakan kematian wahai kawanku?". Beliau menjawab, "Seperti sebuah pengait yang dimasukkan kedalam gumpalan bulu basah yang kemudian ditarik". "Yang seperti itulah, sudah kami ringankan atas dirimu", firman-Nya.
Tentang sakaratul maut, Nabi SAW bersabda, "Manusia pasti akan merasakan derita dan rasa sakit kematian dan sesungguhnya sendi-sendinya akan mengucapkan selamat tinggal satu sama lain seraya berkata: "Sejahteralah atasmu; sekarang kita saling berpisah hingga datang hari kiamat kelak".
Tentang sakaratul maut itu Rasulullah SAW sendiri menjelang akhir hayatnya berdo'a: "Ya Allah ringankanlah aku dari sakitnya sakaratul maut" berulang hingga tiga kali. Padahal telah ada jaminan dari Allah SWT bahwa beliau akan segera masuk surga. Mulai detik ini marilah kita komparasikan kekhawatiran beliau yang memiliki tingkat keimanan dan keshalehan sedemikian sempurnanya, dengan kita yang hanya manusia biasa ini.
Kematian mestinya tak perlu menjadi sesuatu yang ditakuti malah sebaliknya harus senantiasa dirindukan. Jika sesuatu itu begitu dirindukan, logikanya berarti ingin cepat-cepat pula ditemui. "Barang siapa membenci pertemuan dengan Allah, maka Allah akan benci bertemu dengannya" sabda Rasulullah SAW.
Ini bukan berarti, kita dianjurkan untuk selalu mengharap kematian. Bukhari meriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda: "Janganlah seorang diantaramu mengharap kematian".
Cukuplah sepanjang hayat ini, kita selalu mengingat-ingat maut. Caranya dengan senantiasa tanpa lelah memerangi hawa nafsu, merenung dan melindungi hati dari silaunya kemegahan duniawi.
Untuk sekedar mengingat maut saja, Allah telah mendatangkan pahala dan kebaikan. Ikut bertakziah mendoakan kematian orang lain, menengok jenazah atau ikut menyaksikan penguburan; bukankah ritual itu mendatangkan pahala?
Orang yang mengingat maut dua puluh kali dalam sehari semalam, pesan Nabi Muhammad SAW, di hari akhir nanti akan dibangkitkan bersama-sama dengan golongan syuhada.
PeKa Online-Jakarta, Alkisah menurut sirah (sejarah kehidupan Nabi), pernah Nabi Ibrahim AS berdialog dengan malaikat Maut soal sakaratul maut. Nabi Ibrahim bertanya kepada malaikat maut, "Dapatkah engkau memperlihatkan rupamu saat engkau mencabut nyawa manusia yang gemar berbuat dosa?". Malaikat menjawab pendek, "Engkau takkan sanggup". "Aku pasti sanggup", timpal Ibrahim. "Baiklah, berpalinglah dariku", ujar sang malaikat.
Saat Nabi Ibrahim AS berpaling kembali, dihadapannya telah berdiri sosok berkulit legam dengan rambut berdiri, berbau busuk dan berpakaian serba hitam. Dari hidung dan mulutnya tersembur jilatan api. Seketika itu pula Nabi Ibrahim AS jatuh pingsan !
Ketika tersadar kembali, berkata beliau kepada malaikat maut, "Wahai Malaikat Maut, seandainya para pendosa itu tak menghadapi sesuatu yang lain dari wajahmu disaat kematiannya, niscaya cukuplah itu menjadi hukuman untuknya".
Di kesempatan lain, kisah yang diriwayatkan oleh 'Ikrimah dari Ibn 'Abbas ini, Nabi Ibrahim AS meminta Malaikat Maut mengubah wujudnya saat mencabut nyawa orang-orang beriman. Dengan mengajukan syarat yang sama kepada Ibrahim AS sang malaikat kemudian mengubah wujudnya. Dihadapan Nabi yang telah membalikkan badannya kembali, telah berdiri seorang pemuda tampan, gagah, berpakaian indah yang darinya tersebar harum wewangian. "Seandainya orang beriman melihat rupamu disaat kematiannya, niscaya cukuplah itu sebagai imbalan amal baiknya", komentarnya.
Dari nukilan kisah itu, apakah bisik-bisik misteri tentang penampakkan Malaikat Maut menjelang ajal seseorang benar adanya? Dalam pergaulan sehari-hari, kadang sering kita mendengar dari mulut ke mulut, misalnya salah satu anggota keluarga dari orang yang tengah menghadapi maut bercerita bahwa saudaranya itu melihat sesuatu. Apakah itu berupa bayangan hitam, putih atau hanya gumaman dialog mirip seperti orang yang tengah mengigau.
Namun yang pasti dari beberapa riwayat, selain Nabi Ibrahim AS., Nabi Daud AS. dan Nabi Isa AS. juga pernah dihadapkan pada fenomena penampakkan Malaikat Maut itu. Kisah pra sakaratul maut itu belum seberapa dibandingkan dengan peristiwa sakaratul mautnya itu sendiri. Sakaratul maut adalah sebuah ungkapan untuk menggambarkan rasa sakit yang menyerang inti jiwa dan menjalar ke seluruh bagian tubuh sehingga tak satupun bagian yang terbebas dari rasa sakit itu. Malapetaka paling dahsyat di kehidupan paripurna manusia ini memberi rasa sakit yang berbeda-beda pada setiap orang.
Untuk menggambarkan rasa itu, pernah Rasulullah SAW. bersabda: "Kematian yang paling mudah adalah serupa dengan sebatang duri yang menancap di selembar kain sutera. Apakah duri itu dapat diambil tanpa membawa serta bagian kain sutera yang terkoyak ?".
Di bagian lain Rasulullah seperti yang dikisahkan Al-Hasan pernah menyinggung soal kematian, cekikan dan rasa pedihnya. "Sakitnya sama dengan tiga ratus tusukan pedang". Diriwayatkan, pernah Nabi Ibrahim AS. ketika ruhnya akan dicabut, Allah SWT bertanya kepada Ibrahim: "Bagaimana engkau merasakan kematian wahai kawanku?". Beliau menjawab, "Seperti sebuah pengait yang dimasukkan kedalam gumpalan bulu basah yang kemudian ditarik". "Yang seperti itulah, sudah kami ringankan atas dirimu", firman-Nya.
Tentang sakaratul maut, Nabi SAW bersabda, "Manusia pasti akan merasakan derita dan rasa sakit kematian dan sesungguhnya sendi-sendinya akan mengucapkan selamat tinggal satu sama lain seraya berkata: "Sejahteralah atasmu; sekarang kita saling berpisah hingga datang hari kiamat kelak".
Tentang sakaratul maut itu Rasulullah SAW sendiri menjelang akhir hayatnya berdo'a: "Ya Allah ringankanlah aku dari sakitnya sakaratul maut" berulang hingga tiga kali. Padahal telah ada jaminan dari Allah SWT bahwa beliau akan segera masuk surga. Mulai detik ini marilah kita komparasikan kekhawatiran beliau yang memiliki tingkat keimanan dan keshalehan sedemikian sempurnanya, dengan kita yang hanya manusia biasa ini.
Kematian mestinya tak perlu menjadi sesuatu yang ditakuti malah sebaliknya harus senantiasa dirindukan. Jika sesuatu itu begitu dirindukan, logikanya berarti ingin cepat-cepat pula ditemui. "Barang siapa membenci pertemuan dengan Allah, maka Allah akan benci bertemu dengannya" sabda Rasulullah SAW.
Ini bukan berarti, kita dianjurkan untuk selalu mengharap kematian. Bukhari meriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda: "Janganlah seorang diantaramu mengharap kematian".
Cukuplah sepanjang hayat ini, kita selalu mengingat-ingat maut. Caranya dengan senantiasa tanpa lelah memerangi hawa nafsu, merenung dan melindungi hati dari silaunya kemegahan duniawi.
Untuk sekedar mengingat maut saja, Allah telah mendatangkan pahala dan kebaikan. Ikut bertakziah mendoakan kematian orang lain, menengok jenazah atau ikut menyaksikan penguburan; bukankah ritual itu mendatangkan pahala?
Orang yang mengingat maut dua puluh kali dalam sehari semalam, pesan Nabi Muhammad SAW, di hari akhir nanti akan dibangkitkan bersama-sama dengan golongan syuhada.
Label:
Renungan
Kalender
Waktu
Google Translate
Daftar Isi
Blog Archive
-
▼
2010
(230)
-
▼
Agustus
(27)
- MAN Rejotangan - Upacara 2010
- Jalaluddin Rumi : Berpuisi dengan Jiwanya
- Debat Islam Kristen
- Lilin
- Kiat Menjemput Maut
- KRITERIA KEBAHAGIAAN DUNIA
- IKHLAS DENGAN KETENTUAN-NYA
- Kematian Hati
- IKHLAS DENGAN KETENTUAN-NYA
- Children Learn What They Live
- Tsunami 2004, Bencana Alam atau Bencana Buatan?
- Jangan Ajarkan Anak Berani Mati
- Majzaah bin Tsaur As-Sadusi: Pendobrak Benteng Persia
- Shafiyah binti Abdul Muththalib: Tinggalkan Kemewa...
- Shalahuddin Al Ayyubi (1) Dan Darah pun Tumpah
- Shalahuddin Al Ayyubi (2) Lahirnya Sang Pahlawan
- Shalahuddin Al Ayyubi (3): Menggenggam Kemenangan
- Shalahuddin Al Ayyubi (4) Titik Arus Balik
- Tariq bin Ziyad (2) Pahlawan Lidah Api
- Tariq bin Ziyad (1) Mengukir Karang dengan Namanya
- Ubai bin Ka'ab Prasasti Ukhuwah
- Uqbah bin Amir Al-Juhani(1): Tinggalkan Harta, Dam...
- Ikrimah bin Abu jahl: Habis Gelap Terbitlah Terang
- Ibnu Sina Bapak Kedokteran Dunia
- Ibnu Khaldun : Sejarawan Dunia
- Ibnu Abbas, Profil Ulama Pencinta Ilmu
- Bilal bin Rabah: Suara Emas dari Ethiopia
-
▼
Agustus
(27)