Jadwal Sholat

Kalender Hijriyah

Asma'ul Husna

Profil

Foto Saya
Syaiful Rohman
Hanyalah seorang Makhluk Allah SWT yang banyak berlumuran dosa, serta memohon akan ampunannya. Semoga semua dosa-dosa yang telah kulakukan semuanya dapat di ampuninya serta digantikan dengan kebajikan-kebajikan.Serta saat ini sedang mendambakan seorang kekasih yang dapat dijadikan sebagai pendamping hidup untuk melaksanakan sunnah Rosul Muhammad SAW...
Lihat profil lengkapku

Radio Muslim

TV Qur'an

Daftar Pengunjung

Kerajaan Banten

Sajarah Banten I

Sumber seratan tina buku Sejarah dan Obyek Spiritual Banten oleh Tb Ismet,Sejarah Syech Mansur Cikadueun
punten teu disundakeun.

SALAKANAGARA

Pada tahun 130 M di daerah Gunung Pulosari, Pandeglang, Banten hidup seorangtua yang bernama Aki Tirem, beliau kedatangan seorang tamu dari India bernama Dewawarman. Dewawarman terusir dari negaranya di India akibat perang saudara, dia kemudian menikah dengan cucu Aki Tirem yang bernama Nyai Pohaci kemudian berdiri sebuah kerajaan pertama di Nusantara yang ber- nama Salakanagara adapun lokasinya adalah sekitar gunung Pulosari Pan deglang. Kemudian keturuanan dari Salakanegara ini berkembang menjadi kerajaan besar di Nusantara seperti Tarumanegara, Sriwijaya, Kutai, dll.

Jika melihat silsilah kerajaan-kerajaan di Nusantara seperti Padjajaran, Majapahit, Sriwijaya, dll, disitu akan terlihat leluhur raja-raja seperti leluhur Prabu Siliwangi Maharaja ing Tatar Sunda yang merupakan kakek dari sinuhun Sunan Gunung Jati disebutkan dalam babad cirebon beliau itu adalah keturunan dari Parikesit anak Abimanyu anak Arjuna anak Pandudewanata yang merupakan penguasa Kerajaan Hastinapura.

Jika silsilah di atas benar (?) maka ada kemungkinan Dewawarman itu adalah keturunan Arjuna (jika kisah Mahabarata itu kisah nyata). Hanya saying cerita tentang Kerajaan Salakanegara ini sangat minim dan dalam sejarah nasional tidak disebut, selama ini kerajaan tertua adalah Taruma- negara dan Kutai padahal peninggalan Salakanegara ada di gunung Pulosari.

Berbicara tentang gunung pulosari, gunung ini merupakan tempat bersejarah bagi kerajaan di tatar sunda karena di tempat ini juga kerajaan terbesar di Tatar Sunda yaitu Padjajaran berakhir, karena setelah penyerbuan Banten ke Pakuan Padjajaran, ibukota Padjajaran berpindah ke tempat ini.

Kerajaan Banten

Selama kurang lebih 1400 tahun setelah kerajaan Salakanagara di Banten tidak ada kerajaan besar berdiri baru sekitar tahun 1552 berdiri Kesultanan Banten dengan rajanya Maulana Hasanudin anak dari sinuhun sunan Gunung Jati Cirebon.

Prabu Siliwangi yang merupakan Maharaja tatar sunda mempunyai beberapa anak dari  kentring Manik Mayang sunda yang merupakan anak dari Prabu Susuk Tunggal yaitu Prabu Sangyang Surawisesa yang merupakan raja di Pakuan, Sang Surosowan yang dijadikan adipati di pesisir Banten. Dari Sang surosowan mempunyai 2 orang anak yaitu . Sang Arya Surajaya dan nyai Kawung Anten. Dalam babad Cirebon disebutkan ketika Syarif Hidayattulah baru datang dari Mesir dan singgah di cirebon menemui Uwa-nya bernama Pangeran Cakrabuana, mereka pergi ke Banten untuk menyebarkan agama Islam. Di Banten Syarif Hidayattulah kemudian menikah dengan Nyai Kawung Anten yang merupakan anak dari Sang surosowan jadi mereka itu adalah sama-sama cucu dari Prabu siliwangi hanya lain ibu. Dari hasil perkawinan mereka mempunyai anak Maulana Hasanudin lahir tahun 1478 Masehi, yang merupakan penyebar agama Islam di Banten dan penguasa (Sultan Banten I).

Di samping Maulana Hasanudin di Banten ada seorang ulama yang lebih dahulu menyebarkan agama Islam yaitu Syech Muhammad Soleh di Gunung Santri, Cilegon, beliau pula yang ikut mendampingi Sultan Maulana Hasanudin meyebarkan Islam di Banten. Maulana Hasanudin mempunyai nama lain yaitu Pangeran Sabakingkin yang diberikan oleh kakeknya Sang surosowan ada juga yang memanggil dengan Seda Kinkin yaitu Seda (rakyat berduka) Kinkin (rindu akan kebijaksanaan) ketika beliau meninggal rakyat merasa bersedih. Ketika Sang surosowan (nantinya nama beliau menjadi nama keraton) meninggal dalam usia muda beliau digantikan oleh anaknya Arya surajaya ketika itu ibukota Banten letaknya di pedalaman dengan sungai atau lebih dikenal dengan Banten Girang. Pangeran Sabakingkin walaupun seorang keluarga kerajaan tetapi beliau lebih dikenal seorang guru agama Islam yang hidup dengan rakyat biasa, maka dari itu wibawa beliau mengalahkan Ua-nya yang menjadi penguasa di Banten. suatu ketika beliau menerima kurir dari Bapaknya sunan Gunung Jati yang menyebutkan adanya Pasukan Cirebon+Demak yang dipimpin Fadilah Khan (Fatahillah) sedang berlayar ke Banten dalam rangka mengusir Portugis di sunda Kelapa. Sebelum pasukan Cirebon datang Maulana Hasanudin membuat kerusuhan di Banten yang mengakibatkan mengungsinya penguasa Banten Girang (Aria surajaya) ke Pakuan, Banten berhasil ditaklukan sebelum Cirebon datang. Mengenai penguasa Banten, disamping Aria surajaya ada juga yang menyebut Prabu Pucuk Umun, Salaka Domas. Apakah mereka itu orang yang sama atau berbeda kurang diketahui keberadaannya. Dalam babad Banten disebutkan ketika Maulana Hasanudin menyebarkan agama islam beliau mendapat tantangan adu ayam jago dari Prabu Pucuk Umun di lereng gunung karang, jika ayamnya kalah maka Prabu Pucuk Umun akan memberikan kerjaan Banten ke Maulana Hasanudin dan Prabu Pucuk Umun ternyata kalah, beliau beserta pengikutnya mengungsi ke Banten Selatan dan Maulana Hasanudin memberikan izin agar daerahnya tidak diganggu mereka lebih dikenal dengan suku Badui. Adapun asal muasal kata Banten ialah dari masuknya agama Islam bagi masyarakat Banten merupakan dampak yang sangat baik dan harus disyukuri. Hal ini ibarat masyarakat Banten pada waktu itu seperti "kejatuhan intan" atau "Katiban Inten" dari sini muncul istilah "Banten", ada juga yang mengambil kata dari "Bantahan" karena dari dahulu orang Banten dikenal orang yang keras suka mem"bantah" melanggar aturan agama dan negara mungkin dari Bantahan itu muncul kata Banten, terkahir ada juga yang mengkaitkan dengan nama sebuah sungai yang mengalir di kota Serang bernama "Cibanten"



Subject: sajarah Banten 2

SULTAN-SULTAN DI BANTEN



1. Maulana Hasanudin, Sultan Banten
I (1552-1570 M)

Namanya  adalah Pangeran Sebakingking, beliau adalah putera dari Sunan Gunung Jati dari  pernikahannya dengan Nhay kawunganten. Sultan Hasanudin berkuasa di kesultanan  Banten selama 18 tahun (1552-1570). Banyak kemajuan yang dialami Banten pada  masa kepemimpinan Sultan Hasanudin. Daerah kekuasaan pun meliputi seluruh daerah  Banten, Jayakarta, Kerawang, Lampung dan Bengkulu. Seluruh kota dibentengi  dengan benteng yang kuat, yang dilengkapi meriam di setiap sudutnya. Para  pedagang dari Arab, Persi, Gujarat, Birma, Cina dan negara-negara lainnya datang  ke Banten untuk melakukan transaksi jual beli.

Pada  saat itu di Banten terdapat tiga buah pasar yang ramai. Yang pertama terletak  disebelah timur kota (Karangantu), disana banyak pedagang asing dari Portugis,  Arab, Turki, India, Pegu (Birma), Melayu, Benggala, Gujarat, Malabar, Abesinia  dan pedagang dari Nusantara. Mereka berdagang sampai pukul sembilan pagi. Pasar  kedua terletak di alun-alun kota dekat masjid agung. Pasar ini dibuka sampai  tengah hari bahkan hingga sore hari. Di pasar ini diperdagangkan merica,  buah-buahan, senjata, tombak, pisau, meriam kecil, kayu cendana, tekstil, kain,  hewan peliharaan, hewan ternak, dan pedagang Cina menjual benag sulam, sutera,  damas, beludru, satin, perhiasan emas dan porselen. Pasar ketiga berada di  daerah Pecinan, yang dibuka hingga sampai malam hari.

Disamping itu Banten pun menjadi  pusat penyebaran Agama Islam, sehingga tumbuhlah beberapa perguruan Islam di  daerah Banten, seperti di Kasunyatani di tempat ini berdiri masjid Kasunyatan  yang umurnya lebih tua dari Masjid Agung Banten. Disini pula tempat tinggal dan  mengajar Kyai Dukuh yang bergelar Pangeran Kasunyatan (Guru dari Pangeran  Yusuf). Disamping membangun Masjid Agung, Maulana Hasanudin juga memperbaiki  masjid di Pecinan dan Karangantu.

Dari  pernikahannya dengan puteri Sultan Trenggano yang bernama Pangeran Ratu atau  Ratu Ayu Kirana (Pada Tahun 1526), Sultan Hasanudin memiliki putera/i sebagai  berikut : Ratu Pembayun (menikah dengan Ratu Bagus Angke putera dari ki mas  Wisesa Adimarta, yang selanjutnya mereka menetap di Jayakarta), Pangeran Yusuf,  Pangeran Arya, Pangeran Sunyararas, Pangeran Pajajaran, Pangeran Pringgalaya,  Ratu Agung atau Ratu Kumadaragi, Pangeran Molana Magrib dan Ratu Ayu Arsanengah.  Sedang dari istri yang lainnya, Sultan Hasanudi memiliki putera/i sebagi berikut  : Pangeran Wahas, Pangeran Lor, Ratu Rara, Ratu Keben, Ratu Terpenter, Ratu  Wetan dan Ratu Biru.

Sultan  Hasanudin wafat pada tahun 1570, dan beliau dimakamkan di samping Masjid Agung  Banten. Kemudian sebagai Sultan Banten II di angkat puteranya yang bernama  Pangeran Yusuf.



2.  Maulana Yusuf, Sultan Banten II (1570-1580 M)

Beliau  adalah Putera dari Sultan Hasanudin dari pernikahanannya dengan Ratu Ayu Kirana.  Seperti juga ayahnya Maulana Yusuf ingin memajukan Banten. Tapi pada masa  Maulana Yusuf disamping pendidikan agama, juga lebih ditekankan pada bidang  pembangunan kota, keamananan dan pertanian.

Pada  masanya pulalah Ibukota Pajajaran (Pakuan) dapat ditaklukan oleh banten. Para  ponggawa kerajaan Pajajaran lalu diislamkan dan masing-masing memegang  jabatannya seperti semula. Pada masa pemerintahan Maulana Yusuf, perdagangan di  Banten semakin maju. bahkan bisa dikatakan bahwa pada saat itu Banten bagaikan  kota penimbunan barang-barang dari penjuru dunia yang nantinya disebrakan ke  kerajaan-kerajaan yang ada di Nusantara. Sehingga banten menjadi begitu ramai  dikunjungi, baik dari luar maupun oleh para penduduk nusantara. Sehingga pada  masa pemerintahan Maulana Yusuf pulalah dibuatnya peraturan penempatan penduduk  berdasarkan keahliannya dan asal daerahnya.

Perkampungan untuk orang asing  biasanya ditempatkan diluar tembok kota. seperti Kampung Pakojan terletak  disebelah barat pasar Karangantu, untuk para pedagang dari Timur Tengah, Pecinan  terletak disebalh barat Masjid Agung, untuk para pedagang dari Cina.Kampung  Panjunan (Untuk para Tukang Belanga, gerabah, periuk dsb), Kampung Kepandean  (Untuk tukang Pandai besi), Kampung Pangukiran (Untuk Tukang Ukir), Kampung  Pagongan (Untuk tukang gong), Kampung Sukadiri (Untuk para pembuat senjata).  Demikian pula untuk golongan sosial tertentu, misalkan Kademangan (untuk para  demang), Kefakihan (Untuk para ahli Fiqih), Kesatrian (Untuk para Satria,  perwira, Senopatai dan prajurit istana).

Pengelempokan pemukiman ini selain  dimaksudkan untuk kerapihan dan keserasian kota, tapi lebih penting untuk  keamanan kota. Tembok kota pun diperkuat dengan membuat parit-parit  disekelilingnya, dalam babad banten disebutkan Gawe Kuta bulawarti bata kalawan  kawis Perbaikan Masjid Agung Pun dikerjakannya, dan sebagai kelengkapan dibangun  sebuah menara dengan bantuan Cek Ban Cut arsitek muslim asal  Mongolia  Disamping mengembangkan pertanian  yang sudah ada,sultanpun mendorong rakyatnya untuk membuka daerah-daerahbaru  bagi persawahan.Oleh karenanya sawah di Banten bertambah meluas sampai melewati  daerah Serang sekarang.Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan air bagi sawah-sawah tersebut,dibuatnya terusan-terusan dan bendungan-bendungan.Bagi persawahan yang  terletak disekitar kota,dibuatnya juga satu danau buatan yang disebut Tasikardi.Air dari Sungai Cibanten dialirkan melalui terusan khusus ke danau ini.Lalu dari sana dibagi ke daerah-daerah persawahan di sektarnya.Tasikardi juga digunakanbagi penampungan air bersih bagi kebutuhan kota.Dengan melalui pipa-pipa yang terbuat dari terakota,setelah dibersihkan/diendapkan air tersebut  dialirkan kekeraton dan tempat-tempat lain di dalam kota.Di tengah-tengah danau  buatan tersebut terdapat pulau kecil yang digunakan untuk tempat rekreasi  keluarga keraton.

Dari  permaisuri Ratu Hadijah,Maulana Yusuf mempunyai dua orang anak yaitu Ratu Winaon  dan Pangeran Muhammad.Sedangkan dari istri-istri lainnya,baginda dikaruniai anak  antara lain :Pangeran Upapati,Pangeran Dikara,Pangeran Mandalika atau Pangeran  Padalina,Pangeran Aria Ranamanggala,Pangeran Mandura, Pangeran  Seminingrat,Pangeran Dikara ,Ratu Demang atau Ratu Demak,Ratu Pacatanda atau  Ratu Mancatanda, Ratu Rangga, Ratu Manis,Ratu Wiyos dan Ratu Balimbing

Pada  tahun 1580, Maulana yusuf mangkat dan kemudian dimakamkan di Pekalangan Gede  dekat Kampung Kasunyatan. Setelah meninggalnya, Maulana Yusuf diberi gelar  Pangeran Panembahan Pekalangan Gede atau Pangeran Pasarean. Dan sebagai  penggantinya diangkatlah puteranya yang bernama Pangeran  Muhammad

Subject: SAJARAH BANTEN 3

 3.  Sultan Muhammad, Sultan Banten III (1580-1596 M)


Pada masa pemerintahannya  sudah dikembangkan sistem cor dan tempa logam dengan teknik metalurgi dalam  membuat perhiasan dan persenjataan. Salah satu episode penting dalam  pemerintahannya tentang kedatnagan kapal Belanda tahun 1596 di Pelabuahn Banten  dipimpin ornelis De Houtman.

Beliau diangkat ketika masih  berusia 9 Tahun. Para Kadhi menyerahkan  perwaliannya kepada Mangkubumi. Pangeran  Muhammad diangkat menjadi sultan dengan gelar Kanjeng Ratu Banten Surosowan.  Ketika Maulana Muhammad memimpin Banten, Kesultanan Banten menjadi semakin kuat  dan ramai. Orang-orang dapat melayari kota dengan menyusuri banyak sungai yang terdapat di Banten.

Mulai  dari pintu gerbang besar istana sampai luar, terdapat berbagai bangunan : Made  Bahan tempat tambak baya melakukan jaga, Made Mundu dan Made gayam, Sitiluhur  atau Sitinggil yang didekatnya terdapat bangunan untuk gudang senjata dan  kandang kuda kerajaan. Pakombalan yaitu tempat penjagaan wong Gunung. Disebelah  utara terdapat tempat perbendaharaan dan disebelah barat berdiri masjid dengan  menara disampingnya. Selanjutnya terdapat suatu perkampungan yang disebut Candi  raras yang diantaranya terdapat bangunan-bangunan Made Bobot dan Made Sirap.  disebelah timur Made Bobot terdapat Mandapat yaitu suatu bangunan terbuka yang  dipasangi meriam Ki Jimat mengarah ke Utara. Dekat Srimanganti terdapat  WaringinKurung dan Watu Gilang. Ditepi sungai terdapat Panyurungan atau galangan  kapal kerajaan.

Dekat  Panyurungan terdapat tonggak tempat mengikta gajah raja yang bernama Rara Kawi.  Disebelahnya  terdapat jembatan besar dari kayu jati melintasi sungai yang  selanjutnya jalan raya dengan pagar kembar menuju ke arah utara ke perbentengan.  Perbentengan sebelah dalam atau Baluwarti Dalme disebut Lawang Sadeni atau  Lawang Saketeng yang disebelah baratnya berdiri pohon beringin besar dan  perbentengan Sampar lebu. (Halwany;Mudjahid Chudari;"Masa lalu  Banten";1990:42)

Maulana  Muhammad dikenal dengan sebagai seorang yang Shaleh. Untuk kepentingan  penyebaran agama Islam beliau banyak mengarang kitab agama yang kemudian  dibagikan kepada yang memerlukannya. Untuk sarana ibadat beliau banyak membangun  masjid sampai ke pelosok desa. beliau pun selalu menjadi imam dan khatib pada  shalat Jum'at dan Hari raya. masjid Agung pun diperindah. Temboknya dilapisi  porselen dan tiang atapnya dibuat dari kayu cendana. Untuk para wanita  disediakan tempat khusus yang disebut Pawestren atau  Pewadonan.

Peristiwa menarik pada masa Maulana  Muhammad adalah peristiwa penyerbuan ke Palembang. Penyerbuan ini bermula dari  hasutan Pangeran Mas putera dari Aria Pangiri. Pangeran Mas berkeinginan menjadi  raja di Palembang. Maulana Muhammad yang masih muda dan penuh semangat  dihasutnya. Dikatakannya bahwa Palembang dulunya adalah kekuasaan ayahnya  sewaktu menjadi sultan di Demak. Disamping itu dikatakannya pula bahwa rakyat  Palebang saat itu masih banyak yang kafir. Terdorong oleh darah muda dan  semangat untuk memakmurkan Banten dan mengembangkan agama Islam ke seluruh  Nusantara, sultan pun dapat dipengaruhinya. Saran Mangkubumi dan para pembesar  istana lainnya tidak diindahkan. Sehingga penyerbuan ke Palembangpun harus  dilakukan.

Dengan  200 kapal perang berangkatlah pasukan Banten menuju Palembang. pasukan ini  dipimpin langsung oleh Maulana muhammad didampingi Mangkubumi dan Pangeran Mas.  Saat itu lampung, Seputih, dan Semangka (daerah-daerah kekuasaan Banten)  diperintahkan untuk mengerahkan prajuritnya menyerang Palembang melalui darat.  Pertempuran hebat terjadi di sungai Musi hingga serhari-hari. Pasukan palembang  nyaris dapat dipukul mundur. Tapi dalam keadaan yang hampir berhasil itu, Sultan  yang memimpin pasukan dari kapal Indrajaldri tertembak oleh pasukan Palembang.  Dan Sultan pun wafat dalam pertempuran tersebut. Penyerangan tidak dilanjutkan,  dan pasukan Banten kembali tanpa hasil. Peristiwa gugurnya Sultan ini terjadi  menuru sangsakala Prabu Lepas tataning prang atau pada Tahun 1596 M.

Maulana  Muhammad wafat pada Usia muda (kira-kira 25 Tahun). Beliau meninggalkan seorang  putera yang bernama Abul Mafakhir Mahmud Abdul Kadir yang baru berusia 5 Bulan  dari permaisurinya (Ratu wanagiri, puteri dari mangkubumi). Anak inilah yang  nanti menggantikan dirinya. Setelah wafatnya, Maulana Muhammad diberi gelar  Pangeran Seda Ing Palembang atau Pangeran Seda Ing Rana. Belai dimakamkan di  serambi Masjid Agung. (Q)

4.  Sultan Abul Mafakhir Mahmud Abdul Kadir,


Sultan  Banten IV (1596-1651 M)


Abul  Mafakhir dinobatkan sebagai sultan ketika berusia 5 Bulan, sehingga untuk  melaksanakan roda pemerintahan ditunjuklah Mangkubumi Jayanagara sebagai wali.  Mangkubumu Jayanagara adalah juga yang pernah menjadi Mangkubumi bagi Maulana  Muhammad, sehingga kesetiannya pada Kesultanan Banten tidaklah diragukan lagi.  Mangkubumi ini adalah seorang tua yang lemah lembut dan luas pengalamannya pada  bidang pemerintahan. Selain Mangkubumi ditunjuk pula seorang wanita tua yang  bijaksana sebagai pengasuh Sultan, yang bernama Nyai Embun Rangkun. Mangkubumi  Jayanagara mangkat, setelah 6 Tahun (1602) menjadi Mangkubumi bagi Sultan Abul  Mafakhir, dan jabatan Mangkubumi diserahkan kepada adiknya. Namun pada tanggal  17 Nopember 1602 dia dipecat karena kelakuanya dinilai tidak baik. Karena perpecahan dan irihati para pangeran, maka diputuskan untuk tidak mengangkat mangkubumi baru, dan untuk perwalian sultan diserahkan kepada ibunda sultan Nyai  Gede Wanagiri.

Tidak  lama kemudian ibunda sultan menikah dengan seorang bangsawan keluarga istana.  dan atas desakannya pula, suaminya ini diangkat sebagai mangkubumi. Namun  mangkubumi yang baru ini tidak memiliki wibawa, bahkan sering menerima suap dari  pedagang-pedagang asing. Sehingga banyak peraturan yang tidak dapat diterapkan  di Banten. Situasi ini menimbulkan rasa tidak puas dari sebagian pejabat istana  yang akhirnya menimbulkan kerusuhan dan kekacauan. Bahkan diantara para pangeran  pun terjadi perselisihan, sebagian lebih condong kepada para pedagang dari  Portugis, sedang yang lainnya lebih condong ke Belanda. Sedangkan antara Belanda  da Portugis saat itu sedang bermusuhan. wajar bila pertentangan ini  mengakibatkan banyak kekacauan.  Pertentangan antar pangeran ini  berlangsung berkepanjangan, sehingga pada bulan Oktober 1604 terjadi peristiwa  hebat, yang bermula dari tindakan Pangeran Mandalika (Putera Maulana yusuf).  Pangeran Mandalika menyita perahu Jung dari Johor.Patih Mangkubumi meminta  Pangeran Mandalika untuk melepaskannya, namun perintah tersebut tidak  dipatuhinya.

Untuk  menjaga kalau-kalau pasukan kerajaan menyerang dirinya, maka Pangeran Mandalika  bergabung dengan pangeran-pangeran lainnya. Mereka membuat pertahanan sendiri di  luar kota. Makin lama kedudukan mereka makin kuat. bahkan rakyatpun semakin  simpati pada pasukan Pangeran Mandalika.

Pada  bulan Juli 1605 datanglah Pangeran Jayakarta datang ke Banten untuk menghadiri  acara khitanan Sultan Muda. Pangeran Jayakarta datang dengan membawa para  pembesar kerajaan dan para pasukannya. Atas permintaan Mangkubumi, Pangeran  Jayakarta bersedia membantu menumpas para pemberontak. Pangeran Jayakarta dengan  dibantu pasukan dari Inggris dapat memukul mundur para pemberontak. Tapi dengan  diusirnya para pemberontak keadaan Banten, bukannya semakin membaik malah  semakin tegang. Puncak ketegangan terjadi pada bulan Juli 1608.

Pada  tanggal 23 Agustus 1608, Syahbandar dan sekretarisnya dibunuh oleh perusuh.  Tidak lama kemudian, yaitu pada tanggal 23 Oktober 1608, Patih Mangkubumi  dibunuhnya pula. Peristiwa inilah yang mempercepat terjadinya kerusuhan di  Banten yang dikenal dengan Peristiwa pailir. Selain peristiwa Pailir , pada masa  sultan Abul Mafakhir juga terjadi peristiwa Pagarage atau Pacerebonan yang  terjadi pada tahun 1650. Peristiwa ini terjadi bermula dari kedatangan pasukan  dari Cirebon yang akan menyerbu Banten. Peristiwa pertempuran ini dimenangkan  oleh pasukan dari Kesultanan banten.

Sultan  Abul Mafakhir mempunyai putera : Pangeran Pekik (Sultan Abul Maa'li Akhmad) yang  wafat setelah peristiwa Pagarage (1650),makamnya terletak di desa Kanari. Ratu  Dewi, Ratu Mirah, Ratu Ayu, dan Pangeran Banten.

Sultan  Abul Maa'li Akhmad (dari perkawinannya dengan Ratu Marta Kusumah puteri Pangeran  Jayakarta) memiliki putera : Ratu Kulon, Pangeran Surya, Pangeran Arya Kulon,  Pangeran Lor dan pangeran Raja. Dari perkawinannya dengan Ratu Aminah (Ratu  Wetan) Sultan memiliki putera: Pangeran Wetan, Pangeran Kidul, Ratu Inten, dan  Ratu Tinumpuk. Sedangkan dari isterinya yang lain, sultan memiliki putera : Ratu  Petenggak, Ratu Wijil, Ratu Pusmita, Pangeran Arya Dipanegara (Tubagus  Abdussalam/Pangeran Raksanagara), Pangeran Arya Dikusuma(Tubagus  Abdurahman/Pangeran Singandaru)

Sultan  Abul Mafakhir mangkat pada tanggal 10 Maret 1651. Jenazahnya dimakamkan di  Kanari, dekat makam puteranya (Abul Ma'ali Akhmad). Sebagai penggantinya  diangkatnya cucunya (Putera dari Abul Ma'ali Akhmad), yaitu Pangeran Adipati  Anom Pangeran Surya Sebagai Sultan Banten V.


Subject: SAJARAH BANTEN 4

 5.  Pangeran Surya / Pangeran Adipati Anom (Sultan Ageng Tirtayasa),
Sultan  Banten V


Penobatan Pangeran Surya terjadi  pada tanggal 10 Maret 1651. seperti tanggal surat ucapan selamat Gubernur  Kompeni Belanda Kepada Sultan. Untuk memperlancar roda pemerintahan, sultan  mengangkat beberapa orang untuk membantu dirinya. Jabatan Patih Mangkubumi  diserahkan kepada Pangeran Mandura dengan wakilnya Tubagus Wiraatmaja, Sebagai  Kadhi atau Hakim Agung Negara diserahkan kepada Pangeran JayaSentika. Tapi  Pangeran Jayasentika idak lama menjabat sebagai kadhi, beliau wafat dalam  perjalanan menunaikan ibadah haji, maka jabatan Kadhi diserahkan kepada Entol  Kawista yang kemudian dikenal dengan nama Faqih Najmudin. Faqih Najmudin adalah  menantu dari Sultan Abul Mafakhir yang menikah dengan Ratu Lor. Untuk  mempermudah pengawasan daerah kekuasaan, Sultan mengangkat beberapa Ponggawa  atau Nayaka. Mereka berada di bawah pengawasan dan tanggung jawab Mangkubumi. Selain itu Mangkubumi juga mengawasi keadaan para prajurit kerajaan. Senjata-senjata di tambah. Rumah para Senoptai diatur sedemikian rupa, agar mudah mengontrol para prajurit.

Dalam  pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa kedatangan, seorang ulama sufi dari Bugis  bernama Syech Yusuf yang kemudian menikah dengan anak Sultan Ageng selain itu  Syech Yusuf diangkat menjadi seorang Mufti di Kesultanan  Banten beliau pula yang  membantu dan memimpin perang melawan Belanda.

Pangeran Surya yang kemudian  bergelar Pangeran Ratu Ing Banten adalah seorang ahli strategi perang. Hal ini  sudah dibuktikannya sejak beliau menjadi putera mahkota. beliau lah yang  mengatur strategi perang gerilya saat menyerbu belanda di  Batavia.

Seperti  juga kakeknya, Pangeran Surya pun tidak melepaskan dari Kekhalifahan Islam di  Makkah. hubungan ini keharusan untuk memperkuat kekuatan umat Islam dalam  menentang segala macam kesewenangan. Dari dari Kekhalifahan pulalah Pangeran  mendapatkan gelar Sultan 'Abulfath Abdulfattah. Dari hubungan ini Sultan  mengharapkan bantuan dari Khalifah untuk mengirimkan guru agama ke Banten.

Selain  itu Sultan pun tidak setuju dengan pendudukan bangsa Asing atas negaranya, dan  untuk memperkuat pertahanan (terutama dari serbuan Belanda di Batavia), sultan  memperkuat pasukanya di Tangerang yang telah menjadi benteng pertahanan terdepan  dalam menghadapi serangan Belanda. Dari tangerang ini pulalah pada tahun 1652  Banten menyerbu Batavia. Melihat situasi yang semakin memanas, pihak kompeni  mengajukan usul perdamaian. Namun sultan bertekad untuk menghapuskan para  penjajah di bumi Nusantara, sultan melihat berbagai kecurangan pada setiap  perjanjian yang diajukan oleh pihak Belanda, sehingga Sultan pun menolaknya.  Pada tahun 1656 pasukan Banten yang bermarkas di Angke dan Tangerang melakukan  gerilya besar-besaran. Perusakan dan sabotase yang dilakukan para prajurit  Banten banyak merugikan pihak Kompeni. Untuk menghadapi serangan Belanda yang lebih besar, Sultan mempernaiki hubungan dengan Cirebon dana Mataram, bahkan dari Inggris, Prancis dan Denmark, Sultan mendapat kemudahan memperoleh senjata  api untuk peperangan. Daerah kekuasaan Banten (Lampung, Bangka,Solebar,  Indragiri dan daerah lainnya)  diminta mengirimkan prajuritnya untuk bergabung  dengan para prajurit yang berada di Surosowan. Rakyatpun mendukung langkah  Sultan untuk mengusir Penjajah. Mereka bertekad lebih baik mati daripada  berdamai dnegan penjajah. Sedangkan kompeni mempekuat pasukkannya dengan  prajurit-prajurit sewaan yang berasal dari Kalasi, ternate, Bandan, kejawan,  Melayu, Bali, Makasar dan Bugis.

Pada  tanggal 29 April 1658 datang utusan Belanda ke Banten membawa surat dari  Gubernur Jendral Kompeni yang berisi rancangan perjanjian perdamaian, namun  Sultan kembali melihat kecurangan dibalik naskah perjanjian tersebut, pihak  kompeni hanya mengharapkan keuntungan sendiri tanpa memperhatikan kepentingan  rakyat Banten. Oleh karenanya pada tanggal 4 Mei 1658 Sultan mengirimkan utusan  ke Batavia untuk melakukan perubahan perjanjian. Namun perubahan dari Sultan di  tiolak oleh Belanda. Kompeni hanya menginginkan Banten membeli rempah-rempah  dari Belanda dan itupun harus ditambah pajak. Penolakan tersebut membuat Sultan  sadar, bahwa tidaklah mungkin ada persesuaian pendapat antara dua musuh yang  saling berbeda kepentingan. Maka pada tanggal 11 Mei 1658 Sultan mengirim surat  balasan yang menyatakan bahwa "BANTEN dan KOMPENI TIDAK AKAN MUNGKIN BISA  BERDAMAI .

Maka  terjadilah pertempuran hebat di darat dan di laut. Pertempuran ini berlangsung  tanpa henti sejak bulan Juli 1658 hingga tanggal 10 juli 1659.

Selain  di Tangerang, Sultan juga membuat kampung para prajurit di Tirtayasa, bahkan  akhirnya sultan pun menyuruh mendirikan istana di kampong tersebut. Yang  nantinya digunakan sebagai pusat kontrol kegiatan di Tangerang dan Batavia  disamping untuk tempat peristirahatan. Maka dengan demikian Tirtayasa dijadikan  penghubung antara Istana di Surosowan dengan Benteng pertahanan di Tangerang.  Hal ini akan mempersingat jalur komunikasi sultan. Disamping jalan darat yang  sudah ada, juga dibuat jalan laut yang menghubungkan  Surosowan-Tirtayasa-Tangerang. Maka dibuatlah saluran tembus dari  Pontang-Tanara-Sungai Untung Jawa menyusuri jalan darat – melalaui sungai  CIkande sampai pantai Pasiliyan. Saluran ini dibuat cukup besar, hingga mampu  dilewati kapal perang ukuran sedang. Saluran ini dibuat dari tahun 1660 hingga  sekitar tahun 1678. Selain di Tirtayasa Sultan pun berusaha menyempurnakan dan  memperbaiki keadaan didalam ibukota kerajaan. Dengan bantuan beberapa ahli  bangunan dari Portugis dan Belanda yang sudah masuk Islam, diantaranya adalah  Hendrik Lucasz Cardeel kemudian dikenal dengan Pangeran Wiraguna diperbaikilah  bangunan istana Surosowan. Benteng istana diperkuat dengan diberi Bastion,  disetiap penjuur mata angin dan dilengkapi dengan 66 buah meriam yang diarahkan  ke segala penjuru.

Demikian juga dengan sungai  disekeliling benteng, Irigasi diperbaiki dan diperluas jangkauannya, Sehingga  areal sawah mendapat pengairan dengan baik. Daerah yang tadinya kesulitan air  menjadi subur. Padi dan tanaman produksi lainnya sangat menunjang kemakmuran  rakyat Banten. Produksi Merica mecapai 3.375.000 pon pada tahun 1680-1780.

Ketika  pasukan Sultan Ageng terdesak oleh Belanda mereka menyingkir ke Tirtayasa  kemudian dengan menyusuri sungai Ciujung ke selatan mereka sampai di Sajira  (Lebak). Dengan memakai tipu muslihat Belanda berhasil menangkap Sultan Ageng  kemudian dibawa ke Batavia dan beliau meninggal dalam tahanan di Batavia.  Sementara itu perjuangan dilanjutkan oleh Syech Yusuf beserta anak-anak Sultan  Ageng seperti P Purbaya, P Kulon, P Kidul, dll. Mereka bergerak ke arah barat  lebak dan menetap di Jasinga (Bogor), disini banyak peniggalan laskar Banten.  Dari Jasinga rombongan yang dipimpin Syech Yusuf, mengitari gunung Salak ke  daerah Jampang kemudian ke Padalarang dengan tujuan Cirebon. Di Padalarang  laskar Banten yang dipimpin Syech Yusuf dicegat Belanda, terjadilah perang besar  tapi Syech Yusuf dan rombongan dapat meloloskan diri dengan mengitari Citarum ke  selatan masuk ke hutan , Belanda tidak bias mengejar karena medan pegunungan  yang sulit dilewati. Syech Yusuf setelah sampai di Tasikmalaya melanjutkan ke  Ciamis, di Ciamis laskar Banten menetap cukup lama bahkan banyak diantara laskar  Banten yang menikah dan menjadi penduduk setempat menyiarkan agama Islam. Suatu  saat dating seorang berpakaikan Arab dan berbahasa melayu, orang itu sebetulnya adalah seorang Belanda yang akan menangkap Syech Yusuf. Orang belanda itu berpura-pura ingin berunding dengan Syech Yusuf tapi di dalam perjalanan Syech  Yusuf ditangkap beserta rombongannya kemudian dibawa ke Batavia dan dibuang ke  Srilanka selanjutnya ke Afrika Selatan dan wafat disana, sementara sisa-sisa  laskar Banten banyak menetap di daerah-daerah yang pernah dilewatinya dan  menyebarkan agama Islam seperti di Jasinga, Bogor, Cianjur, Ciamis, dll


Subject: SAJARAH BANTEN 5

 

  Masa-masa Kehancuran Banten


Setelah  ditangkapnya Sultan Ageng Tirtayasa (14 Maret 1683 M), Sultan Ageng Tirtayasa  wafat pada tahun 1692. dengan restu kompeni diangkatlah Sultan Haji sebagi  Sultan Banten VI. Namun kedaulatan Kesultanan Banten sudahlah tidak ada lagi.  Apalagi dengan ditandatanganinya perjanjian antara kompeni dengan Sultan Haji  pada tanggal 17 April 1684 Perjanjian tersebut berisi hal-hal yang merugikan  kesultanan dan rakyat Banten. Sehingga lenyaplah kejayaan dan kemajuan Banten,  karena adanya monopoli dan penjajahan Belanda.

Rakyat  semakin menderita karena tingginya pajak yang harus mereka bayar. Sehingga  tidaklah mengherankan kalau pada saat itu banyak terjadi kerusuhan dan  pemberontakan, karena ketidakpuasan rakyat. Bahkan pernah terjadi pembakaran  hampir 2/3 bangunan-bangunan didalam kota. aaa

Untuk  keperluan keamanan dan pertahanannya, pihak kompeni membangun benteng disebelah  utara dekat pasar Karangantu. Benteng tersebut diberinama Speelwijk pada tahun  1682 dan kemudian disempurnakan pada tahun 1685.

Masa  pemerintahan Sultan Haji dipenuhi dengan pemberontakan dan kekacauan disegala  bidang. Bahkan sebagian besar rakyat tidak mengakui dirinya sebagai Sultan  Banten. Sehingga kehidupan sultan selalu diliputi dengan kegelisahan dan  ketakutan Bagaimana pun juga sebagai manusia, ada rasa sesal pada diri sultan  atas perlakuan dirinya terhadp ayahya (Sultan Ageng Tirtayasa) Tapi semuanya  sudah terlanjur. Karena tekanan-tekanan itu akhirnya beliau jatuh sakit hingga  meninggalnya pada tahun 1687. Dari permaisuri Sultan Haji mempunyai beberapa  orang anak, diantaranya Pangeran ratu dan PAngeran Adipati. Sedangakan menurut  Babad Banten, Sultan Haji memiliki 10 orang putera, yakni :

  1. Pangeran Ratu (Sultan Abulfadl)
  2. Pangeran Adipati (Sultan Muhammad Zainul Abidin)
  3. Pangeran Muhammad thohir
  4. Pangeran Fadhluddin
  5. Pangeran Ja'farrudin
  6. Pangeran Muhammad Alim
  7. Ratu  Rohimah
  8. Ratu  Hamimah
  9. Pangeran Kesatrian
  10. Ratu Mumbay (ratu Bombay)

Setelah  wafatnya Sultan Haji, terjadilah perebutan kekuasaan diantara puter-putera  Sultan Haji. Setan Van Imhoff turun tangan masalah ini dapat terselesaikan.  Dengan diangkatnya Pangeran Ratu menjadi Sultan Banten VII dengan gelar Sultan  Abulfadhl Muhammad Yahya (1687-1690). Beliau ternyata termasuk Sultan yang benci  Belanda. Ditatanya kembali banten yang sudah porak poranda itu. Namun baru tiga  tahun, beliau jatuh sakit yang mengakibtakan kematiannya. Jenazahnya dimakamkan  disamping kanan makam Sultan Hasanuddin di Pasarean.

karena  Sultan Abul Fadhl tidak memiliki putera, maka kesultanan diserahkan kepada  adiknya Pangeran Adipati (1690-1733) dengan gelar Sultan Abul Mahasin Muhammad  Zainul Abidin atau Kang Sinuhun Ing Nagari Banten. Putera Sultan yang sulung  dibunuh orang, sehingga yang menggantikan posisinya sebagai sultan Banten adalah  putera keduanya yang kemudian bergelar Pangeran Abulfathi Muhammad Shifa Zainul  Arifin(1733-1747). Pada masa pemerintahannya banyak terjadi pemberontakan oleh  rakyat, karena ketidakpuasan rakyat terhadap kompeni yang memberlakukan kerja  rodi, tanam paksa dan lainnya. Dalam pada itu dikeraton pun terjadi kekisruhan.  Sultan Zainul Arifin banyak dipengaruhi oleh isterinya (Ratu Syarifah fatimah). Ratu begitu dekat dengan kompeni.

Sultan  Zainul Arifin mengangkat Pangeran Gusti sebagai putera mahkota. Penunjukan ini  tidak disetujui oleh isterinya, Permaisuri menginginkan yang menjadi putera  mahkota adalah menantunya, yaitu Pangeran Syarif Abdullah. Karena desakan oleh  isterinya, sultan menyurun Pangeran Gusti pergi ke Batavia. Tapi atas usulan  Ratu Syarifah, Pangeran Gusti ditangkap dan diasingkan ke Sailan oleh kompeni  (1747). Sehingga diangkatlah Pangeran Syarif Abdullah sebagai Putera mahkota,  dengan persetujuan kompeni. Dan atas fitnah isterinya pula, Sultan Zainul Arifin  ditangkap kompeni karena dianggap gila. Sebagai gantinya diangkatlah Pangeran  Syarif Abdullah sebagai Sultan banten dengan gelar Pangeran Syarifuddin Ratu  Wakil pada tahun 1750. tapi yang berkuasa sebetulnya adalah Ratu Fatimah.

Melihat  hal ini rakyat merasa telah dihina dan dikhianati, maka rakyat pun melakukan  perlawanan bersenjata. Dipimpin oleh Ki Topo dan Ratu Buang mereka menyerbu  Surosowan. Pertempuranpun terjadi begitu hebat. Melihat hal ini Gubernur Jendral  Kompeni Mossel segera memerintahkan menangkap Ratu Syarifah dan Sultan  Syarifudin. Kemudian Belanda mengangkat Pangeran Arya Adi Santika sebagai sultan  Banten dengan gelar Sultan Abul Ma'ali Muhammad Wasi' Zainul Arifin Pada tahun  1752, dan Pangeran Gusti diangkat sebagi putera mahkota. Enam bulan kemudian  Sultan menyerahkan kekuasaannya kepada putera mahkota, karena banyaknya  perlawanan dari rakyat yang tidak suka dengan perlakuan kompeni yang mendikte  sultan. Pangeran Gusti diangkat dengan gelar Sultan Abul Nasr Muhammad 'Arif  Zainul Asiqin (1753-1773). setelah sultan wafat maka kekuasan diserahkan kepada  putranya dengan gelar Sultan Abul Mafakhir Muhammada Aliudin (1773-1799). Karena  tidak memiliki putera maka setelah wafat Sultan Aliudin, kekuasaan dipegang oleh  adiknya yang bernama Pangeran Muhiddin dengan gelar Sultan Abul Fath Muhammad Muhiddin Zainal Shalihin (1799-1801). Pada tahun 1801 sultan dibunuh oleh Tubagus Ali Seorang putera Sultan Aliudin. namun Tubagus Ali pun wafat ditangan  pengawal sultan. Selanjutnya kesultanan dipegang oleh Sultan Abulnasr Muhammad  Ishaq Zainul Muttaqin (1801-1802). Pada Tahun 1802 Kesultanan dipegang oleh  Sultan Wakil Pangeran Natawijaya yang kemudian pada tahun 1803 Putera Sultan  Abul Mafakhir Muhammad Aliudin dengan gelar Sultan Agiluddin atau Sultan  Aliyuddin II (1803-1808). Sultan inilah yang berselisih paham dengan Herman  Wiliam Daendels. (Q)



PENGHANCURAN ISTANA SUROSOWAN


Pada  abad ke-18 VOC sedang mengalami kemunduran, sehingga dibutuhkan banyak dana  untuk membiaya operasionalnya, banyak hutang yang ditanggung oleh VOC. Sehingga  VOC menerapkan sistem kerja paksa/kerja rodi (Kerja tanpa diberi upah) di tanah  jajahan. Ditanah Banten kerja rodi diawalai dengan membuat pangkalan angkatan  laut di Ujung Kulon. untuk itu Daendlels memerintahkan Sultan Banten (Sultan  Aliyuddin II) untuk mengirimkan pekerja sebanyak-banyaknya. Tapi karena  daerahnya berawa-rawa, banyak pekerja yang meninggal atau terserang penyakit  malaria. Sehingga banyak diantara pekerja yang kabur. Keadaan ini membuat  Daedels murka dan menuduh Mangkubumi Wargadiraja sebagai biang keladinya.  Daendels meminta kepada Sultan untuk :

  1. Mengirimkan 1000 pekerja rodi
  2. Menyerahkan Patih Mangkubumi wargadiraja
  3. Sultan harus memindahkan kesultanannya ke Anyer, karena di Surosowan akan di  bangun Benteng Belanda.

Permintaan itu tentu ditolak oleh  sultan. Penolakan itu membuat murka Daendels, maka dikirimnya pasukan dalam  jumlah besar ke Banten dengan dipimpin oleh Daendels sendiri. Sebagai peringatan  kompeni mengutus
Komandeur Philip Pieter du Puy, namun dipintu gerbang istana  utusan tersebut dibunuh oleh rakyat Banten yang sudah benci kepada Belanda. Tindakan ini dibalas oleh Daendels. Diserangnya Surosowan pada hari itu juga 21  Nopember 1808. Dengan penuh semangat rakyat Banten mempertahankan tanah tercintanya. Namun Daendels dapat menguasai Surosowan. Sultan ditangkap lalu dibuang ke Ambon. Sedangkan Mangkubumi dihukum pancung oleh kompeni. Selanjutnya  kompeni mengangkat Sultan Wakil Pangeran Suramenggala(1808-1809) sebagai Sultan  Banten. Namun sultan tidak memiliki kuasa apa-apa. Dia hanya menjadi pegawai  Belanda dengan gaji 15.000 real setahun.

Tindakan kera Daendels membuat  kebencian rakyat semakin memuncak. Banyak terjadi perampokan kapal-kapal  Belanda. Daendels mencuriga Sultan berada dibalik segala kerusuhan. Oleh karena  itu, bersama pasukannya Daendels datang ke Banten. Sultan ditangkap dan  dipenjarakan di Batavia, sedangkan benteng dan istana Surosowan dihancurkan dan  dibakar. Peristiwa tersebut terjadi pada tahun (1809). Pada tahun itu pula mulai  dilaksanakan proyek pembuatan jalan dari Anyer sampai Panarukan, yang panjangnya  kira-kira 1000 Km, proyek tersebut diselesaikan dalam tempo 1 tahun dengan  banyak makan beribu-ribu rakyat. Dan untuk melemahkan Banten, maka kompeni  membagi Banten kedalam tiga daerah, yang statusnya sama dengan kabupaten. Ketiga daerah tersebut diawasi oleh seorang Landros. yang berkedudukan diserang. Ketiga  daerah tersebut adalah :

  1. Banten Hulu dipimpin oleh Sultan Muhammad Syafiuddin (1809-1813) putera Sultan  Muhyiddin Zainul Shalihin, dengan kedudukan di Caringin.
  2. Banten Hilir
  3. Anyer



SILSILAH SULTAN BANTEN

SYARIF HIDAYATULLAH - SUNAN GUNUNG JATI Berputera :

  1. Ratu  Ayu Pembayun.
  2. Maulana  Hasanuddin
  3. Pangeran Pasarean
  1. Pangeran Bratakelana
  2. Pangeran Jaya Lelana
  3. Ratu Wianon
  4. Pangeran Turusmi

PANGERAN HASANUDDIN – PANEMBAHAN SUROSOWAN(1552-1570) Berputera :

  1. Ratu  Pembayu                                    8. Ratu Keben
  2. Pangeran Yusuf                                   9. Ratu Terpenter
  3. Pangeran Arya Japara                          10. Ratu Biru
  4. Pangeran Suniararas                            11. Ratu Ayu Arsanengah
  5. Pangeran Pajajara                                12. Pangeran  Pajajaran Wado
  6. Pangeran Pringgalaya                          13. Tumenggung Wilatikta
  7. Pangeran Sabrang LorPangeran            14. Ratu Ayu Kamudarage
  8. 15. Pangeran Sabrang Wetan


MAULANAYUSUF PANEMBAHAN PAKALANGAN GEDE(1570-1580) Berputra :

  1. Pangeran Arya Upapati                         8. Ratu Rangga
  2. Pangeran Arya Adikara                        9. Ratu Ayu  Wiyos
  3. Pangeran Arya Mandalika                    10. Ratu Manis
  4. Pangeran Arya Ranamanggala              11. Pangeran Manduraraja
  5. Pangeran Arya Seminingrat                  12. Pangeran widara
  6. Ratu  Demang                                     13. Ratu Belimbing
  7. Ratu  Pecatanda                                  14. Maulana Muhammad


MAULANAMUHAMMAD PANGERAN RATU ING BANTEN(1580-1596)Berputra :

  1. Pangeran Abdul Kadir


SULTANABUL MAFAKHIR MAHMUD 'ABDUL KADIR KENARI(1596-1651)Berputra :

  1. Sultan 'Abdul Maali Ahmad Kenari(Putra Mahkota)           19. Pangeran Arya
  2. Wirasuta
  3. Ratu  Dewi                                                                   20. Ratu Gading20.
  4. Ratu  Ayu                                                                     21. Ratu Pandan
  5. Pangeran Arya Banten                                                    22. Pangeran  Wirasmara
  6. Ratu  Mirah                                                                   23. Ratu Sandi
  7. Pangeran Sudamanggala                                                 24. Pangeran Arya Jayaningrat
  8. Pangeran Ranamanggala                                                 25. Ratu Citra
  9. Ratu  Belimbing                                                             26. Pangeran Arya Adiwangsa
  10. Ratu  Gedong                                                               27. Pangeran Arya Sutakusuma
  11. Pangeran Arya Maduraja                                                28. Pangeran Arya Jayasantika
  12. Pangeran Kidul                                                             29. Ratu Hafsah
  13. Ratu Dalem                                                                  30. Ratu Pojok
  14. Ratu Lor                                                                      31. Ratu Pacar
  15. Pangeran Seminingrat                                                    32. Ratu Bangsal
  16. Ratu Kidul                                                                    33. Ratu Salamah
  17. Pangeran Arya Wiratmaka                                              34. Ratu Ratmala
  18. Pangeran Arya Danuwangsa                                           35. Ratu Hasanah
  19. Pangeran Arya Prabangsa                                               36. Ratu Husaerah
37. Ratu Kelumpuk
38. Ratu Jiput
39. Ratu Wuragil

PUTRA MAHKOTA SULTAN 'ABDUL MA'ALI AHMAD, Berputera:

  1. Abul  Fath Abdul Fattah                                                8. Pangeran Arya Kidul
  2. Ratu  Panenggak                                                          9. Ratu Tinumpuk
  3. Ratu  Nengah                                                              10. Ratu Inten
  4. Pangeran Arya Elor                                                      11. Pangeran Arya Dipanegara
  5. Ratu  Wijil                                                                   12. Pangeran Arya Ardikusuma
  6. Ratu  Puspita                                                               13. Pangeran Arya Kulon
  7. Pangeran Arya Ewaraja                                                 14. Pangeran Arya Wetan
     15. Ratu Ayu Ingalengkadipura

SULTANAGENG TIRTAYASA -'ABUL FATH 'ABDUL FATTAH(1651-1672)Berputra :

  1. Sultan Haji                                           16. Tubagus Muhammad 'Athif
  2. Pangeran Arya 'abdul 'Alim                    17. Tubagus Abdul
  3. Pangeran Arya Ingayudadipura               18. Ratu Raja Mirah
  4. Pangeran Arya Purbaya                         19. Ratu Ayu
  5. Pangeran Sugiri                                    20. Ratu Kidul
  6. Tubagus Rajasuta                                  21. Ratu Marta
  7. Tubagus Rajaputra                                22. Ratu Adi
  8. Tubagus Husaen                                   23. Ratu Ummu
  9. Raden Mandaraka                                 24. Ratu Hadijah
  10. Raden Saleh                                        25. Ratu Habibah
  11. Raden Rum                                         26. Ratu Fatimah
  12. Raden Mesir                                        27. Ratu Asyiqoh
  13. Raden Muhammad                               28. Ratu Nasibah
  14. Raden Muhsin                                     29. Tubagus Kulon
  15. Tubagus Wetan

SULTANABU NASR ABDUL KAHHAR - SULTAN HAJI (1672-1687) Berputra :

  1. Sultan Abdul Fadhl                            6. Ratu Muhammad Alim
  2. Sultan Abul Mahasin                          7. Ratu Rohimah
  3. Pangeran Muhammad Thahir              8. Ratu Hamimah
  4. Pangeran Fadhludin                            9. Pangeran Ksatrian
  5. Pangeran Ja'farrudin                           0. Ratu Mumbay (Ratu Bombay)

SULTANABUDUL FADHL (1687-1690) Berputra :

- TidakMemiliki Putera

SULTANABUL MAHASIN ZAINUL ABIDIN(1690-1733 ) Berputra :

  1. Sultan Muhammad Syifa                      31. Raden Putera
  2. Sultan Muhammad Wasi'                     32. Ratu Halimah
  3. Pangeran Yusuf                                  33. Tubagus Sahib
  4. Pangeran Muhammad Shaleh               34. Ratu Sa'idah
  5. Ratu  Samiyah                                   35. Ratu Satijah
  6. Ratu  Komariyah                                36. Ratu 'Adawiyah
  7. Pangeran Tumenggung                       37. Tubagus Syarifuddin
  8. Pangeran Ardikusuma                         38. Ratu 'Afiyah Ratnaningrat
  9. Pangeran Anom Mohammad Nuh        39. Tubagus Jamil
  10. Ratu Fatimah Putra                             40. Tubagus Sa'jan
  11. Ratu Badriyah                                     41. Tubagus Haji
  12. Pangeran Manduranagara                     42. Ratu Thoyibah
  13. Pangeran Jaya Sentika                         43. Ratu Khairiyah Kumudaningrat
  14. Ratu Jabariyah                                    44. Pangeran Rajaningrat
  15. Pangeran Abu Hassan                          45. Tubagus  Jahidi
  16. Pangeran Dipati Banten                        46. Tubagus Abdul Aziz
  17. Pangeran Ariya                                   47. Pangeran Rajasantika
  18. Raden Nasut                                       48. Tubagus Kalamudin
  19. Raden Maksaruddin                             49. Ratu SIti Sa'ban Kusumaningrat
  20. Pangeran Dipakusuma                         50. Tubagus Abunasir
  21. Ratu Afifah                                         51. Raden Darmakusuma
  22. Ratu Siti Adirah                                   52. Raden Hamid
  23. Ratu Safiqoh                                       53. Ratu Sifah
  24. Tubagus Wirakusuma                           54. Ratu Minah
  25. Tubagus Abdurrahman                         55. Ratu 'Azizah
  26. Tubagus Mahaim                                 56. Ratu Sehah
  27. Raden Rauf                                         57. Ratu Suba/Ruba
  28. Tubagus Abdul Jalal                             58. Tubagus Muhammad Said (Pg. Natabaya)
  29. Ratu Hayati
  30. Ratu Muhibbah

SULTANMUHAMMAD SYIFA' ZAINUL ARIFIN (1733-1750) Berputra :

  1. 1.Sultan Muhammad 'Arif                        7. Ratu  Sa'diyah
  2. Ratu  Ayu                                              8. Ratu Halimah
  3. Tubagus Hasannudin                               9. Tubagus Abu Khaer
  4. Raden Raja Pangeran Rajasantika             10. Ratu Hayati
  5. Pangeran Muhammad Rajasantika            11. Tubagus Muhammad Shaleh
  6. Ratu  'Afiyah


SULTAN  SYARIFUDDIN ARTU WAKIL(1750-1752 )

- Tidak  Berputera


SULTAN  MUHAMMAD WASI' ZAINUL 'ALIMIN(1752-1753)

- Tidak  Berputera

SULTAN MUHAMMAD 'ARIF ZAINUL ASYIKIN(1753-1773) Berputra :

  1. Sultan Abul Mafakhir Muhammad Aliyudin      4. Pangeran Suralaya
  2. Sultan Muhyiddin Zainusholiohin                    5. Pangeran Suramanggala
  3. Pangeran Manggala

SULTAN  ABUL MAFAKHIR MUHAMMAD ALIYUDDIN(1773-1799) Berputra :

  1. Sultan Muhammad Ishaq Zainul Muttaqin        5. Pangeran Musa
  2. Sultan Agilludin (Sultan Aliyuddin II)              6. Pangeran Yali
  3. Pangeran Darma                                          7. Pangeran Ahmad
  4. Pangeran Muhammad Abbas

SULTAN MUHYIDDIN ZAINUSHOLIHIN(1799-1801) Berputra :

  1. Sultan Muhammad Shafiuddin
  2. Sultan  Muhammad Ishaq Zainul Muttaqin (1801-1802)
  3. Sultan  Wakil Pangeran Natawijaya (1802-1803)
  4. Sultan  Agilludin (Sultan Aliyuddin II) (1803-1808)
  5. Sultan  Wakil Pangeran Suramanggala (1808-1809)
  6. Sultan  Muhammad Syafiuddin (1809-1813)
  7. Sultan  Muhammad Rafiuddin (1813-1820)


GEGER CILEGON
Peristiwa perlawanan yang mengesankan  pada awal abad 19 adalah peristiwa Geger Cilegon, yang terjadi pada tanggal 9  Juli 1888. Peristiwa tersebut dipimpin oleh para alim ulama. Diantaranya adalah  : Haji Abdul karim, Haji Tubagus Ismail, Haji Marjuki, dan Haji Wasid.  Sepulangnya Haji Abdul Karim dari Makkah, beliau banyak mengajarkan tarekat di kampungnya, Lempuyang. Selain itu beliau juga menanamkan nasionalisme kepada para pemuda untuk melawan para penjajah yang kafir.

Sementara itu KH. Wasid yang pernah  belajar pada Syekh Nawawi Al Bantani mengajarkan ilmunya di pesantrenya di  Beji-Bojonegara. Bersama teman seperjuangannya yakni : Haji Abdurrahman, Haji  Akib, Haji Haris, Haji Arsyad Thawil, Haji Arsyad Qashir dan Haji Ismail, mereka  menyebarkan pokok-pokok ajaran Islam ke masyarakat. Pada saat itu Banten sedang dihadapi bencana besar. Setelah meletusnya Gunung Karakatau pada tahun 1883 yang  merenggut 20.000 juta jiwa lebih, disusul dengan berjangkitnya wabah penyakit  hewan (1885) pada saat itu masyarakat banyak yang percaya pada tahayul dan  perdukunan. Di desa Lebak Kelapa terdapat satu pohon besar yang sangat dipercaya  oleh masyarakat memiliki keramat. Berkali-kali H. Wasid memperingati masyarakat.  Namun bagi masyarakat yang tidak mengerti agama, fatwanya itu tidak diindahkan.  H. Wasid tidak dapat membiarkan kemusrikan berada didepan matanya. Bersama  beberapa muridnya, beliau menebang pohon besar tersebut. Kejadian inilah yang  menyebabkan beliau dibawa ke pengadilan (18 Nopember 1887), belaiu didenda 7,50  gulden. Hukuman tersebut menyinggung rasa keagamaan dan harga diri murid-murid  dan para pendukungnya. Selain itu, penyebab terjadinya persitiwa berdarah, Geger Cilegon adalah dihancurkannya menara langgar di desa Jombang Wetan atas perintah  Asisten Residen Goebel. Goebel menganggap menara tersebut mengganggu ketenangan  masyarakat, karena kerasnya suara. Selain itu Goebel juga melarangang Shalawat,  Tarhim dan Adzan dilakukan dengan suara yang keras. Kelakuan kompeni yang  keterlaluan membuat rakyat melakukan pemberontakan.

Pada  tanggal 7 Juli 1888, diadakan pertemuan di rumahnya Haji Akhia di Jombang Wetan.  Pertemuan tersebut untuk mematangkan rencana pemberontakan. Pada pertemuan  tersebut hadir beberapa ulama dari berbagai daerah. Diantaranya adalah : Haji  Said (Jaha), Haji Sapiudin (Leuwibeureum), Haji Madani (Ciora), Haji Halim  (Cibeber), Haji Mahmud (Terate Udik), Haji Iskak (Saneja), Haji Muhammad Arsad  (Penghulu Kepala di Serang) dan Haji Tb Kusen (Penghulu Cilegon). Pada hari  Senin tanggal 9 Juli 1888 diadakan serangan umum. Dengan memekikan Takbir para  ulama dan murid-muridnya menyerbu beberapa tempat yang ada di Cilegon. Pada  peristiwa tersebut Henri Francois Dumas - juru tulis Kantor Asisten residen -  dibunuh oleh Haji Tubagus Ismail. Demikian pula Raden Purwadiningrat, Johan  Hendrik Hubert Gubbels, Mas Kramadireja dan Ulrich Bachet, mereka adalah  orang-orang yang tidak disenangi oleh masyarakat.Cilegon dapat dikuasio oleh  para pejuang "Geger Cilegon". Tak lama kemudian datang 40 orang serdadu kompeni  yang dipimpin oleh Bartlemy. Terjadi pertempuran habet antara para pejuang  dengan serdadu kompeni. hingga akhirnya pemberontakan tersebut dapat dipatahkan.  Haji Wasid dihukum gantung. Sedangkan yang lainnya dihukum buang. Diantaranya adalah Haji Abdurrahman dan Haji Akib dibuang ke Banda. Haji Haris ke Bukittinggi Haji Arsyad thawil ke Gorontalo, Haji Arsyad Qashir ke Buton, Haji  Ismail ke flores, selainnya dibuang ke Tondano, Ternate, Kupang, Manado, Ambon  dan lain-lain. (Semua pemimpin yang dibuang berjumlah 94 orang).

Kalender

Waktu

Gita Bahana Nada

Google Translate

Daftar Isi

Blog Archive

Yahoo Messenger

Buku Tamu


ShoutMix chat widget

Al-Qur'an Online