Jadwal Sholat
Kalender Hijriyah
Asma'ul Husna
Profil
- Syaiful Rohman
- Hanyalah seorang Makhluk Allah SWT yang banyak berlumuran dosa, serta memohon akan ampunannya. Semoga semua dosa-dosa yang telah kulakukan semuanya dapat di ampuninya serta digantikan dengan kebajikan-kebajikan.Serta saat ini sedang mendambakan seorang kekasih yang dapat dijadikan sebagai pendamping hidup untuk melaksanakan sunnah Rosul Muhammad SAW...
Kategori
- Aqidah
- Arba'in Nawawi
- Bulan Mulia
- Dongeng
- Fiqih
- Gita Bahana Nada
- Hadits
- Harun Yahya
- Imam Madzhab
- Islami
- Kerajaan Islam Indonesia
- Kisah
- Kisah Abu Nawas
- Kisah Para Nabi
- Kisah Teladan
- Kisah Tokoh Islam
- Kisah Wali Songo
- Motivasi
- Mu'jizat
- Novel
- Oase
- Puasa
- Renungan
- Sejarah
- Sirah Muhammad
- Tafsir
- Tokoh Indonesia
- Umum
Radio Muslim
TV Qur'an
Raden Dewi Sartika
15.04 |
Diposting oleh
Syaiful Rohman
DEWI PENDIDIKAN DARI CICALENGKA
Dewi Sartika adalah seorang wanita pejuang pendidikan. Agar anak-anak perempuan bisa memperoleh kesempatan belajar, dia berjuang mendirikan sekolah di Bandung.
Jangan tanya apa yang telah diberikan negara kepadamu, tapi apa yang telah kamu berikan pada negaramu. Kata bijak tersebut sangat tepat menjadi panduan semua bangsa yang hendak menobatkan seseorang sebagai penerima gelar kehormatan ‘pahlawan’ di negaranya.
Terlepas dari bentuk atau cara perjuangannya, seorang pahlawan pasti telah berbuat sesuatu yang heroik untuk bangsanya sesuai kondisi zamannya. Demikian halnya dengan Raden Dewi Sartika. Jika pahlawan lain melakukan perjuangan untuk bangsanya melalui perang frontal seperti angkat senjata, Dewi Sartika memilih perjuangan melalui pendidikan, yakni dengan mendirikan sekolah. Berbagai tantangan, khususnya di bidang pendanaan operasional sekolah yang didirikannya sering dihadapinya. Namun berkat kegigihan dan ketulusan hatinya untuk membangun masyarakat negerinya, sekolah yang didirikannya sebagai sarana pendidikan kaum wanita bisa berdiri terus, bahkan menjadi panutan di daerah lainnya.
Jiwa patriotisme memang mengalir dalam diri wanita kelahiran Cicalengka, Jawa Barat, 4 Desember 1884 ini. Ayahnya, Raden Somanagara adalah seorang pejuang kemerdekaan. Terakhir, sang ayah dihukum buang ke Pulau Ternate oleh Pemerintah Hindia Belanda hingga meninggal dunia di sana.
Raden Dewi Sartika yang mengikuti pendidikan Sekolah Dasar di Cicalengka, sejak kecil memang sudah menunjukkan minatnya di bidang pendidikan. Dikatakan demikian karena sejak anak-anak ia sudah senang memerankan perilaku seorang guru. Sebagai contoh, sebagaimana layaknya anak-anak, biasanya sepulang sekolah, Dewi kecil selalu bermain sekolah-sekolahan dengan teman-teman anak perempuan sebayanya, ketika itu ia sangat senang berperan sebagai guru.
Berpikir agar anak-anak perempuan di sekitarnya bisa memperoleh kesempatan menuntut ilmu pengetahuan, maka ia berjuang mendirikan sekolah di Bandung, Jawa Barat. Ketika itu, ia sudah tinggal di Bandung. Perjuangannya tidak sia-sia, dengan bantuan R.A.A.Martanegara, kakeknya, dan Den Hamer yang menjabat Inspektur Kantor Pengajaran ketika itu, maka pada tahun 1904 dia berhasil mendirikan sebuah sekolah yang dinamainya “Sekolah Isteri”. Sekolah tersebut hanya dua kelas sehingga tidak cukup untuk menampung semua aktivitas sekolah. Maka untuk ruangan belajar, ia harus meminjam sebagian ruangan Kepatihan Bandung. Awalnya, muridnya hanya dua puluh orang. Murid-murid yang hanya wanita itu diajar berhitung, membaca, menulis, menjahit, merenda, menyulam dan pelajaran agama.
Sekolah Istri tersebut terus mendapat perhatian positif dari masyarakat. Murid- murid bertambah banyak, bahkan ruangan Kepatihan Bandung yang dipinjam sebelumnya juga tidak cukup lagi menampung murid-murid. Untuk mengatasinya, Sekolah Isteri pun kemudian dipindahkan ke tempat yang lebih luas.
Seiring perjalanan waktu, enam tahun sejak didirikan, pada tahun 1910, nama Sekolah Istri sedikit diperbarui menjadi Sekolah Keutamaan Isteri. Perubahan bukan cuma pada nama saja, tapi mata pelajaran juga bertambah. Ia berusaha keras mendidik anak-anak gadis agar kelak bisa menjadi ibu rumah tangga yang baik, bisa berdiri sendiri, luwes, dan terampil. Maka untuk itu, pelajaran yang berhubungan dengan pembinaan rumah tangga banyak diberikannya.
Untuk menutupi biaya operasional sekolah, ia membanting tulang mencari dana. Semua jerih payahnya itu tidak dirasakannya jadi beban, tapi berganti menjadi kepuasan batin karena telah berhasil mendidik kaumnya. Salah satu yang menambah semangatnya adalah dorongan dari berbagai pihak terutama dari Raden Kanduruan Agah Suriawinata, suaminya, yang telah banyak membantunya mewujudkan perjuangannya, baik tenaga maupun pemikiran.
Apa yang dilakukan Dewi Sartika dengan sekolah di Bandung ini rupanya menjadi pelajaran dan teladan bagi wanita di daerah lainnya. Di daerah Garut, Tasikmalaya maupun Purwakarta kemudian berdiri pula sekolah serupa, Sekolah Keutamaan Isteri.
Apa yang telah dilakukannya sangat menarik perhatian banyak orang saat itu. Pejabat-pejabat pemerintah pun kemudian sering berkunjung ke sekolahnya, bahkan kemudian menghadiahkan Bintang Perak sebagai tanda penghargaan atas jasa-jasa Raden Dewi Sartika.
Era Perang Dunia I, merupakan masa paling berat bagi Dewi Sartika dalam mengatasi keuangan sekolahnya. Namun upaya kerasnya berhasil mengantarnya melewati itu semua. Bahkan, pada tahun 1929, Sekolah Keutamaan Isteri sudah memiliki gedung sendiri. Seiring dengan itu, Sekolah Keutamaan Isteri pun berganti nama lagi menjadi Sekolah Raden Dewi.
Terakhir, pada masa perang kemerdekaan, kota Bandung berhasil diduduki oleh pasukan Belanda. Semua rakyat mengungsi. Dewi Sartika pun terpaksa menghentikan kegiatan dan ikut mengungsi ke Cinean.
Raden Dewi Sartika beruntung masih sempat menyaksikan kebebasan bangsanya dari tangan penjajah walaupun ia harus menikmatinya lebih banyak di pengungsian. Saat di pengungsian, beliau meninggal dunia pada usia 63 tahun, persisnya pada tanggal 11 September 1947. Mengingat situasi perang, maka jenazahnya dimakamkan di Cinean, namun di kemudian hari dipindahkan ke Bandung.
Mengingat jasa-jasanya dalam membangun putri-putri bangsa, maka pemerintah atas nama negara menganugerahkan gelar kehormatan pada beliau sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional. Gelar kehormatan tersebut diberikan pada tanggal 1 Des 1966 dan disahkan melalui SK Presiden RI No.252 Tahun 1966.
Referensi : http://www.tokohindonesia.com/
Label:
Tokoh Indonesia
Kalender
Waktu
Google Translate
Daftar Isi
Blog Archive
-
▼
2011
(303)
-
▼
April
(147)
- Teman Kecil Ali
- Kelas Kita
- Kakek Usman dan Cucu Laki-lakinya
- Karim & Kakek Hassan
- Kamal & Sang Kuda Laut
- Sayid & Sang Cumi-cumi
- Maqsud & Sang Anak Kucing
- Anwar & Sang Burung Kecil
- Rasyad dan Taufik
- Umar dan sang Ikan
- Mansur & Beruang Kutub Raksasa
- Aisyah dan Landak
- Kasif & Beruang Madu
- Ali dan Burung Unta
- Faruk & Bebek
- Zaki dan Laba-Laba
- Antar dan Kanguru
- Farhan dan Sang Kuda
- Tariq dan Sang Anjing
- Amir dan Bunglon
- Sejarah Pembentukan Mushaf Alquran
- Al-qur'an sebagai Pembela di hari Akhirat
- Hubungan Hadis dan Al-Quran
- Terbanglah dengan tenang
- Peradaban Barat Dalam Kacamata Islam
- Hadits Ke-42 Doa Selain Syirik akan diampuni
- Hadits Ke-41 Menundukkan Hawa Nafsu
- Hadits Ke-40 Hidup Bagaikan Seorang Pengembara
- Hadits Ke-39 Tidak Sengaja atau Lupa Dimaafkan
- Hadits Ke-38 Keutamaan Melaksanakan Sunnah
- Hadits Ke-37 Pahala Kebaikan Dilipatkan Allah
- Hadits Ke-36 Sesama Muslim Wajib Saling Bantu
- Hadits Ke-35 Haramnya sifat Dengki
- Hadits Ke-34 Kewajiban Memberantas Kemungkaran
- Hadits Ke-33 Penuduh Wajib Membawa Bykti Tertuduh ...
- Hadits Ke-32 Dilarang Berbuat Kerusakan atau Bahaya
- Hadits Ke-31 Anjuran Zuhud
- Hadits Ke-30 Laksanakan Perintah Jauhi Larangan
- Hadits Ke-29 Sholat Lail Menghapus Dosa
- Hadits Ke-28 Sunnah Rasulullah dan Khulafaurrasyidin
- Hadits Ke-27 Menjauhi Perbuatan yang Meresahkan
- Hadits Ke-26 Segala Berbuat Baik Adalah Sedekah
- Hadits Ke-25 Bersedekah tidak Harus Dengan Harta
- Hadits Ke-24 Haramnya Berbuat Dzalim
- Hadits Ke-23 Suci Itu Sebagian dari Iman
- Hadits Ke-22 Melaksanakan Syari'at Islam Dengan Benar
- Hadits ke-21, Istiqomah
- Hadits Ke-20, Anjuran Malu
- Hadits Ke-19, Minta Tolong dan Berlindung Kepada A...
- Hadits Ke-18, Kebaikan
- Hadits Ke-17, Berbuat Baik dalam Segala Urusan
- Hadits Ke-16, Jangan Mudah Marah
- Hadits Ke-15, Berkata Baik atau Lebih Baik Diam
- Hadits Ke-14, Larangan Berzina, Membunuh dan Murtad
- Hadits Ke-13 Mencintai Milik Orang Lain Seperti Mi...
- Hadits Ke-12, Meninggalkan Yang Tidak Bermanfaat
- Hadits Ke-11, Tinggalkan Keragu-raguan
- Hadits Ke-10, Makan dari Rizki Yang Halal
- Hadits Ke-9, Melaksanakan Perintah Sesuai dengan K...
- Hadits Ke-8
- Hadits Ke-7, Agama adalah Nasihat
- Hadits Ke-6, Antara yang Halal dan yang Haram Tela...
- Hadits Ke-5, Semua Perbuatan Bid'ah Bertolak
- Hadits Ke-4, Takdir Manusia Telah di Tetapkan
- Hadits Ke-3 Rukun Islam
- Hadits Ke-2 Iman, Islam dan Ihsan
- Hadits Ke-1 - Amal Itu Tergantung Niatnya
- Unta Yang Mematahkan Rencana Abu Jahal
- Unta Menjadi Hakim
- Ummu Kultsum, Wanita yang membawa 2 Unta
- Tidak Jadi Mencuri Terung, Allah Karuniakan Seoran...
- Taubat Sang Pembunuh
- Seorang Lelaki Melawan Iblis
- Qorun dan Nabi Musa AS
- Nabi Sulaiman AS dan Seekor Semut 2
- Nabi Sulaiman AS dan Seekor Semut 1
- Nabi Sulaiman AS dan Ratu Bilqis
- Pemuda Beribu-bapakan Hewan Babi
- Menahan Lapar Karena Menghormati Tamu
- Memuliakan Tamu
- Memberi 1 Dirham, Mendapat 120.000 Dirham Dari Allah
- Mampu Taklukkan Harimau Dengan Kesabaran
- Kisah Wali Allah Yang Shalat Di Atas Air
- Kisah Tiga Pengembara
- Kisah Si Pemalas & Abu Hanifah
- Kisah Pemuda Yang Bernama Uzair
- Kisah Lima Perkara Aneh
- Khadijah Tul Kubrah Binti Khuwaylid
- Kejujuran Saudagar Permata
- Juru Dakwah Yang Tidak Gentar
- Jibril AS, Kerbau, Kelelawar, dan Cacing
- Hikmah Tinggalkan Bohong
- Hebatnya Tipu Daya Syetan
- Gunung Yang Menangis
- Fatimah Az-Zahra dan Gilingan Gandum
- Dulu Haram, Kini Halal
- Dipotong Tangan Karena Memberi Sedekah
- Derajat Bagi Yang Memuliakan Lansia
- Cinta Sejati Seorang Ibu Terhadap Anaknya
- Berkat Membaca Bismillah
-
▼
April
(147)